Jawa Pos

Ombudsman Minta Komisaris Rangkap Jabatan Diberhenti­kan

Pengaruhi Kinerja BUMN, BUMD, dan BLU

-

JAKARTA, Jawa Pos – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menelisik fenomena rangkap jabatan yang terjadi di kursi komisaris

BUMN, BUMD, dan BLU. Ombudsman mendapat cukup banyak laporan selama tiga tahun terakhir. Berdasar penelusura­n Ombudsman, sebanyak 32 persen komisaris merangkap jabatan. Otomatis mereka menerima penghasila­n rangkap

Rangkap jabatan tersebut terdiri atas beberapa kategori. Ada komisaris yang merangkap jabatan di sesama BUMN atau BUMD. Ada juga komisaris BUMN dan BUMD yang merangkap jabatan di instansi pemerintah. Pada 2019 lalu, terdapat 397 komisaris yang merangkap jabatan di BUMN. Selain itu, ada 167 orang yang merangkap jabatan di anak perusahaan BUMN.

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menjelaska­n, awal perhatian itu muncul karena pihaknya menerima 1.437 laporan terkait pelayananB­UMN,BUMD,danBLU Tingginya laporan menunjukka­n begitu pentingnya peran komisaris sebagai pengawas perusahaan­perusahaan pelat merah itu.

Namun, menurut Alamsyah, pengawasan tersebut tidak bisa dilakukan secara maksimal apabila terdapat masalah di internal komisaris.

’’Bersama KPK, kita analisis dan profiling 281 komisaris yang masih aktif,’’ jelas Alamsyah dalam paparan di kantor Ombudsman kemarin (4/8).

Profiling dan analisis dilakukan dengan meneliti rekam jejak, karir, serta riwayat pendidikan para komisaris. Hasilnya, 138 komisaris mengisi jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi teknis mereka. Kemudian, ada 91 komisaris terindikas­i memiliki konflik kepentinga­n. ’’Ada perkembang­an terakhir yang sudah kami sampaikan juga mengenai penempatan pejabat Polri dan ASN aktif,’’ imbuh Alamsyah.

Meski demikian, Ombudsman tidak membeberka­n siapa saja nama-nama komisaris yang diduga rangkap jabatan. Dia juga tidak menjelaska­n penghasila­n serta instansi tempat para komisaris itu tergabung.

Alamsyah menjelaska­n, fenomena rangkap penghasila­n itu diduga dilatari motif agar komisaris benar-benar bersih dan tidak mencari penghasila­n lain yang melanggar hukum. Jadi, dengan merangkap jabatan, otomatis dobel pula penghasila­n yang diterima. Dengan begitu, mereka akan fokus bekerja dan tidak melakukan praktik korupsi.

Meski begitu, Alamsyah menegaskan, hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Sebab, tetap ada risiko komisaris bisa menyalahgu­nakan kewenangan­nya. Ada beberapa BUMN, BUMD, dan BLU yang mungkin memang bisa dipegang orang yang sama sebagai komisaris. Namun, itu tidak boleh serta-merta diberlakuk­an di semua perusahaan milik pemerintah.

’’Di satu sisi, UU juga berkembang dan ada pelarangan beberapa posisi tidak boleh rangkap jabatan,’’ jelasnya. Dia menegaskan, Ombudsman berfokus pada perbaikan sistem dan bukan hanya perseorang­an komisaris. Perubahan sistem diperlukan, terutama terkait rekrutmen komisaris. Sebab, sistem rekrutmen dipercaya menjadi penyebab banyaknya komisaris rangkap jabatan.

Sistem rekrutmen itu harus diberi aturan teknis yang lebih jelas. Selain itu, Ombudsman mendesak presiden mengeluark­an perpres yang mengatur pembatasan agar komisaris tidak merangkap jabatan. Ombudsman siap membahas aturan teknis baru tersebut dengan Kementeria­n BUMN.

Tiga rekomendas­i disampaika­n ke presiden secara tertulis. Di samping membuat perpres pembatasan rangkap jabatan, mereka menganjurk­an presiden memerintah Kementeria­n BUMN untuk mengatur kriteria komisaris, sumber bakal calon, hingga tata cara penilaian. Juga, memberhent­ikan komisaris yang rangkap jabatan serta penempatan­nya tidak sesuai kompetensi.

Ombudsman bekerja sama dengan KPK untuk mengawal evaluasi terhadap rangkap jabatan tersebut. Sebab, fenomena itu berpotensi menimbulka­n kasus korupsi di belakangny­a. KPK secara spesifik memonitor peluang jual beli jabatan.

’’Sedangkan Ombudsman akan memantau ke depan terkait potensi maladminis­trasi dalam rekrutmen,’’ terangnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia