Dinkes Klaim Surabaya Hijau
Bukan Zona, tapi Berdasar Tingkat Reproduksi Efektif (Rt)
SURABAYA, Jawa Pos – Tingkat persebaran Covid-19 di Surabaya berdasar penghitungan tingkat reproduksi efektif (Rt) sudah termasuk terkendali. Para pejabat Pemkot Surabaya melambangkan terkendali itu dengan warna hijau. Hal tersebut berbeda dengan konsep zona hijau yang kriterianya ditentukan Kementerian Kesehatan.
Tingkat reproduksi efektif (Rt) menjadi salah satu cara untuk menilai penanganan penyakit menular, termasuk Covid-19. Salah satu dasar perhitungannya adalah gejala awal yang dirasakan seseorang yang terkonfirmasi positif virus korona jenis baru tersebut
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya F e b ria R a c h m anita mengungkapkan, dalam dua pekan terakhir angka Rt tersebut selalu di bawah 1, yang artinya persebaran virus terkendali. Tempo 14 hari itu dihitung sejak 21 Juli hingga 3 Agustus. Dulu, menurut dia, Rt Surabaya memang berwarna merah, tapi berangsur kuning dan sudah diklaim hijau.
”Ingat lho ya, saya tidak bicara zona. Tetapi, bicara Rt yang sudah hijau dengan penularan kasus yang dapat dikendalikan. Atau teorinya, penyakit kemungkinan akan hilang dari populasi,” ujar Feni kemarin (4/8).
Analisis Rt tersebut berdasar data sejak 26 Februari hingga 3 Agustus atau 160 hari. Berdasar data itu, pada 21 Maret hingga 23 Mei, data Rt tersebut berwana merah. Pada 24−25 Mei kuning. Sementara itu, pada 26 Mei−4
Juni jadi hijau. Data tersebut memang fluktuatif. Tetapi, dua pekan terakhir ini mulai menunjukkan konsisten hijau.
”Datanya berubah-ubah sangat dinamis. Tetapi, yang paling lama warna hijau ini adalah dua minggu terakhir. Semoga bisa konsisten,” jelas Feni.
Jawa Pos pernah memberitakan angka Rt yang bersumber dari data tersebut pada 22 Juli lalu. Pada saat itu, dalam sepekan angka Rt juga konsisten di bawah 1 yang artinya terkendali.
Data yang dipakai saat itu adalah hasil analisis Dinas Kesehatan Surabaya pada 10 Juli hingga 16 Juli atau selama sepekan. Data yang didasarkan pada pernyataan pasien terkonfirmasi tentang awal mula merasakan gejala Covid-19 tersebut memang dinamis. Tetapi, bisa menjadi salah satu acuan dalam mengukur kondisi persebaran Covid-19 di Surabaya.
Namun, yang menjadi catatan penting adalah warga tidak bisa begitu saja melonggarkan protokol kesehatan lantaran menganggap Rt sudah hijau. Justru tetap harus sebaliknya.Tetapharusmenjaga protokol kesehatan, terutama menggunakan masker, cuci tangan, dan jaga jarak.
Soal warna hijau bagi Surabaya itu memang sempat menjadi pembicaraan dan kontroversi di tengah semangat untuk bersama-sama membasmi korona jenis baru tersebut. Hasil survei dari Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) pada 24−26 Juli dan dipresentasikan pada Senin lalu (3/8) menunjukkan adanya perbaikan tingkat kepatuhan warga. Jumlah pelanggaran atau ketidakpatuhan menurun jika dibandingkan dengan survei serupa pada Juni.
Meskipun masih ada pekerjaan besar untuk meningkatkan kepedulian warga terhadap protokol kesehatan.
Pembina Persakmi Estiningtyas Nugraheni menuturkan, setidaknya ada tiga rekomendasi yang disampaikan kepada Pemkot Surabaya. Yakni, terus melakukan uji efektivitas dari program yang sudah dilakukan. Kemudian, perlu pelibatan pengelola pasar dan pemilik lapak untuk meningkatkan penerapan protokol kesehatan.
”Pelaksanaan protokol tetap dibarengi pengawasan dan pengawalan ketat di semua lokasi kegiatan di luar rumah tersebut,” jelas Esti dalam paparannya.
Lebih lanjut, Feni menyebutkan bahwa sudah banyak upaya yang dilakukan pemkot untuk menekan angka persebaran Covid-19 di Surabaya. Langkah pencegahan itu berupa sosialisasi berkali-kali dan bagibagi masker. Bahkan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ikut turun. ”Dengan banyaknya kita menemukan yang reaktif itu, berarti kita bisa lebih cepat memisahkan. Kita bisa deteksi dini dari awal untuk memisahkan pasien konfirm agar dia tidak menulari keluarga dan temantemannya,” ujarnya.
Epidemiolog Dinkes Kota Surabaya Rosita Dwi Yuliandari menambahkan, angka terus dipantau dari hari ke hari. Tujuannya, bisa mengetahui perubahan dalam 14 hari terakhir. Hal itu sesuai dengan masa inkubasi virus tersebut. ”Makanya, kita pantau terus dan nanti kita kolaborasikan untuk menjadi bahan evaluasi dan monitoring kami,” terangnya.