Bagaimana setelah Resesi?
BADAN Pusat Statistik (BPS) telah menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,2 persen. Jauh lebih tinggi ketimbang prediksi Menkeu Sri Mulyani yang menyebut angka moderat minus 4,3 persen. Yang lebih mengerikan, banyak pakar yang menyebut nanti pemulihan bergerak seperti huruf U, bukannya V. Yang berarti pemulihan akan lambat dan belum tahu sampai kapan.
Semua tahu, resesi adalah hal yang buruk. Dan, buruk dalam hal ekonomi sebuah negara bisa berakibat panjang. Bisa menyeret ke krisis-krisis lainnya. Karena itu, pemerintah sudah seharusnya melakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan perekonomian dengan lebih baik lagi.
ILUSTRASI: BAGUS/JAWA POS
Yang pertama adalah menjaga dari sisi demand atau konsumsi. Sejauh ini, lebih dari separo perekonomian Indonesia digerakkan sektor konsumsi. Bahkan mengalahkan kontribusi dari sisi ekspor. Pada saat normal, hal itu sebenarnya tidak baik. Namun, saat sekarang, itu bisa menjadi blessing in disguise. Sebab, perekonomian Indonesia bisa tetap bergerak melalui konsumsi rumah tangga.
Untuk itu, penting sekali menjaga tingkat konsumsi masyarakat. Terutama daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Sebab, sejauh ini jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang bergerak di bidang informal (bisnis UKM, PKL, bisnis gorengan, dan sebagainya) adalah tingkat konsumsi masyarakat kelas menengah. Jika kelas menengah menghentikan konsumsinya, itu akan kiamat bagi ekonomi Indonesia. Seperti berhentinya sisi ekspor bagi Korea Selatan maupun mandeknya jasa bagi Singapura.
Maka, bantuan sosial maupun BLT sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup Indonesia. Luas wilayah dan jumlah populasi bisa menjadi penggerak penting. Jangan lupa, belanja pemerintah juga menjadi pelumas penting perekonomian. Government spending penting untuk mengimbangi penurunan dari sektor-sektor lainnya.
Yang kedua adalah menjaga dari sisi supply. Harus ada penguatan dan insentif bagi sektor UMKM dan industri. Pemerintah harus mengatur skema akses permodalan bagi UMKM berikut insentifnya. Perlu dipertimbangkan juga insentif bagi industri kretek. Industri yang melibatkan 26 juta jiwa mulai hulu sampai hilir (bahan, produksi, dan konsumsi), semuanya domestik.
Jangan sampai aliran bantuan sosial pemerintah justru dikuasai sekelompok oligarki yang dekat dengan kekuasaan, sebagaimana yang dituduhkan banyak orang sekarang. Sudah waktunya bertindak demi Indonesia. Kondisinya bukan lampu kuning saja, melainkan sudah lampu merah!