MPR Kritik Program Sertifikasi Dai
JAKARTA, Jawa Pos – Program dai atau penceramah bersertifikat kembali digulirkan Kementerian Agama (Kemenag). Menurut Menteri Agama Fachrul Razi, program tersebut mulai diberlakukan pada triwulan ketiga ini. Program itu bertujuan menangkal gerakan radikalisme dan menumbuhkan toleransi.
Nah, kebijakan tersebut kontan menimbulkan kontroversi. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid meminta Kemenag tidak membuat blunder dengan program tersebut. Menurut dia, kebijakan yang digulirkan sejak akhir 2019 itu adalah kado buruk bagi umat Islam. ”Ini tidak adil dan diskriminatif. Program ini bisa memecah belah masyarakat lagi,” kata Hidayat Nur Wahid kemarin (20/8).
Pihaknya mendukung penuh prinsip Islam wasatiyah (moderat) dan tasamuh (toleran). Dia juga menolak keras tindakan radikalisme atas nama agama. Hanya, sambung Hidayat, wacana sertifikasi dai yang khusus berlaku bagi umat Islam dinilai sangat diskriminatif, tidak profesional, dan berlebihan. ”Bahkan, wacana ini kan bergulir sejak 2015. Banyak yang menentang karena berlebihan dan tendensius,” tegas politikus PKS itu.
Daripada menerbitkan sertifikat, kata dia, lebih baik pemerintah memberi keteladanan soal toleransi dan moderasi. Yaitu dengan membuka ruang dialog antarumat beragama.
Menurut Hidayat, jika sertifikasi penceramah tetap diadakan, pihaknya meminta hal itu juga diberlakukan pada penganut semua agama. Tujuannya, timbul rasa keadilan dan tidak saling mencurigai. Apalagi, program pemerintah juga harus berlaku bagi semua warga negara secara adil tanpa membedakan agama dan identitas lainnya. ”Agar beragama yang moderat, toleran, inklusif itu betul-betul menjadi komitmen bagi penceramah semua agama.”