Jawa Pos

Bisa Hafalkan Tiga Surah Pendek Dapat Susu dan Snack

Kepedulian Rumah Pintar Matahari (RPM) sangat tinggi. Orang tua anak jalanan dirayu-rayu agar anak-anaknya mau bersekolah. Anak-anak itu juga diberi les tambahan di halaman ruko setiap Sabtu dan Minggu malam.

- SEPTIAN NUR HADI,

MENGENAKAN pakaian serbahitam serta menggendon­g tas, Luki Darmawan tiba di Jalan KH Mas Mansyur, Pabean Cantian, pukul 19.10, Senin (17/8). Kepala Rumah Pintar Matahari tersebut datang bersama empat relawannya. Belasan anak berusia 3 hingga 10 tahun menyambutn­ya dengan gembira.

Jawa Pos

Spontan, mereka lantas mencium tangan Luki dan empat relawan RPM. Mereka terlihat bersamanga­t untuk belajar. Menggelar bekas spanduk dan memanfaatk­an halaman ruko, aktivitas belajar-mengajar dimulai. Kali ini materi yang diberikan adalah ilmu agama

Para peserta didik yang datang satu per satu diminta bergiliran membaca surah-surah pendek.

Setelah itu, mereka disuruh menghafal dan membacakan di depan para pengajar.

Yang bisa menghafal diberi hadiah berupa snack dan susu. ”Hayo siapa yang hafal surah Al-Ikhlas, Annas, dan Al-Falaq. Yang hafal dan berani maju kakak beri hadiah,” kata Luki.

Tantangan tersebut langsung diresponsa­nak-anak.Muhammad Habibimisa­lnya.Walaupunbe­lum sepenuhnya hafal, bocah berusia 8 tahunitume­mberanikan­diriuntuk maju. Meski terbata-bata, dengan dibantu para relawan, siswa kelas I SD tersebut berhasil menuntaska­n membaca tiga surah sekaligus. AlIkhlas, Annas, dan Al-Falaq.

Berkat keberanian­nya, sekotak susu dan snack didapatnya. Sikap Habibi menjadi contoh bagi teman sebaya lainya. Mereka pun berebut untuk maju. Meskipun belum sepenuhnya hafal. ”Maju saja, Mas. Biar dapat susu sama wafer,” kata Habibi polos.

Setelah satu jam, kegiatan tersebut berakhir. Didampingi orang tua, satu per satu bocah itu pulang ke rumah masing-masing. Luki meminta Sabtu dan Minggu depan, mereka wajib untuk kembali mengikuti les. ”Minggu depan datang lagi ya. Jangan bolos,” ujar Luki.

Lukimenjel­askan,RPMterbent­uk sejak 2013. Bermula ketika Luki bertemuana­kjalan(anjal)di Jembatan Merah,JalanKemba­ngJepun.Mereka yangmasihb­erusia7hin­gga9tahun itusedangb­ermainseha­bismengame­n. Luki lantas menghampir­i mereka. Dia menanyakan apakah mereka sekolah atau tidak.

Dengan polosnya mereka menjawab tidak bersekolah. Alasannya tidak mempunyai uang. ”Saya pun lantas menawari mereka sekolah. Dan jawabannya, semua mau (sekolah),” kata Luki.

Meski begitu, tidak semua orang tua mereka setuju. Bahkan, banyak yang keberatan jika anaknya sekolah. Padahal, semua biaya sekolah ditanggung­nya. Mulai SPP, seragam, uang saku, hingga seluruh peralatan sekolah. Para orang tua tidak mengeluark­an uang sepeser pun untuk biaya anak-anak mereka. ”Kami biayai sampai lulus. Bahkan, kami tanggung biayanya sampai lulus perguruan tinggi,” ucap dia.

Sayang, tawaran tersebut tak meluluhkan hari para orang tua. Mereka tetap keberatan kalau anaknya sekolah. Alasannya, jika sekolah, anak-anak tidak bisa lagi membantu mereka untuk mencari uang. Misalnya, mengamen atau mengemis.

Pertimbang­an orang tua, bila mengamen dan mengemis dilakukan sang anak, penghasila­n yang didapat jauh lebih banyak. Sehari mereka bisa mengantong­i ratusan ribu rupiah. Sangat cukup untuk biaya kehidupan sehari-hari.

Namun, Luki tidak menyerah. Bersama relawan lainnya, Luki terus membujuk orang tua agar mengizinka­n anaknya sekolah. Berbagai pemahaman diberikan. Misalnya, masa depan anak. Apakah mereka mau anaknya seumur hidup menjadi pengamen atau pengemis? Hidup di jalanan seperti yang dialami para orang tua.

Apakah mereka tega nasib serupa dialami oleh sang anak ? Menurut dia, masa depan anak harus jauh lebih baik dari orang tua. Bagaimanap­un kondisinya. Sebab, kalau bukan anak, siapa lagi yang merawat mereka di hari tua nanti.

”Kalau sang anak terus mengamen, bagaimana bisa merawat mereka? Apalagi anak mereka nanti pastinya menikah dan memiliki keluarga. Penghasila­n yang pas-pasan atau kurang dirasa tidak bisa merawat mereka,” ujarnya sambil memberikan snack dan susu kepada para peserta didik.

Setelah memakan waktu cukup lama, hingga tiga bulan, hati para orang tua akhirnya luluh. Satu per satu mulai mengizinka­n anaknya bersekolah. Tahun ini ada 23 anak yang disekolahk­an. Mereka dimasukan ke sekolah negeri dan swasta. Sesuai alamat tinggal masing-masing. ”Fleksibel saja. Kalau bisa masuk sekolah negeri, ya kami masukkan. Sebaliknya pun begitu. Nggakmasal­ah masuk swasta. Toh sama saja. Yang penting, anak-anak bisa sekolah,” ucap pria kelahiran Bandung, 24 April 1978, itu.

Selain itu, les tambahan diberikan. Les tersebut berlangsun­g setiap dua hari sekali. Satu per satu relawan menghampir­i tempat tinggal mereka. Atau mengumpulk­an di suatu tempat. Tidak hanya memberikan les mata pelajaran umum, seperti matematika, bahasa Inggris, dan masih banyak lagi.

 ?? SEPTIAN NUR HADI/JAWA POS ?? BERBAGI ILMU: Luki Darmawan bersama para relawan memberikan materi pelajaran kepada anak jalanan dan kaum duafa di Jalan KH Mas Mansyur, Nyamplunga­n, Pabean Cantian.
SEPTIAN NUR HADI/JAWA POS BERBAGI ILMU: Luki Darmawan bersama para relawan memberikan materi pelajaran kepada anak jalanan dan kaum duafa di Jalan KH Mas Mansyur, Nyamplunga­n, Pabean Cantian.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia