Syarat Calon Kada Digugat ke MK
Terkait Definisi Pernah Berbuat Tercela
– Menjelang pembukaan masa pendaftaran calon kepala daerah 4 September mendatang, gugatan terkait norma pencalonan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan diajukan dua warga Solo, yakni Johan Syafaat dan Almas Tsaqibbirru, yang bertindak sebagai ketua-sekretaris Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP).
Keduanya menggugat pasal 7 ayat 2 huruf I UU Pilkada yang mengatur syarat pencalonan. Dalam pasal itu disebutkan, salah satu syarat calon kepala daerah adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Dalam lampiran UU tersebut dijelaskan, yang dimaksud perbuatan tercela adalah judi, mabuk, memakai/ mengedarkan narkotika, berzina, dan melanggar kesusilaan lainnya.
Johan menjelaskan, semestinya frasa perbuatan tercela tidak hanya terbatas pada pelanggaran hukum pidana. Tapi harus diperluas pada norma yang ada di masyarakat. Termasuk norma etika berdemokrasi. Salah satu perbuatan yang dinilai tidak dapat ditoleransi adalah pernah mengampanyekan/ mengajak orang untuk golput.
”Perbuatan ini adalah perbuatan tercela dalam demokrasi karena tidak memberikan contoh baik bagi masyarakat. Sehingga tidak layak dipilih menjadi pemimpin,” ujarnya dalam laman MK kemarin (21/8).
Johan menambahkan, orang yang mengajak seseorang tidak menggunakan hak pilih pada pilkada sebelumnya, tapi maju pada pilkada selanjutnya, jelas melanggar etika. ”Hanya ingin menggunakan hak dipilihnya saja, tetapi tidak ingin menggunakan hak pilihnya,” cetus dia.
Kampanye golput, lanjut Johan, juga dapat menurunkan angka partisipasi pemilih. Sehingga berdampak pada penurunan kualitas maupun legitimasi terhadap hasil pilkada. Hal itu bertentangan dengan alinea ke-4 UUD 1945 yang mengamanatkan sistem demokrasi yang baik dan bertanggung jawab. Kemudian melanggar pasal 28 D ayat 1 dan 3 tentang jaminan kepastian hukum dan hak yang sama serta pasal 18 ayat 4 soal pilkada demokratis.
Johan berharap MK membatalkan frasa perbuatan tercela dalam pasal 7 ayat 2 huruf I UU Pilkada. ”Sepanjang tidak dimaknai termasuk perbuatan mengajak, menghalangi, atau menghasut seseorang untuk tidak menggunakan hak pilih.”