Djoko Tjandra Akui Bagi-Bagi Duit
Agar Status Red Notice Dihapus dari Sistem Interpol Mangkir Dipanggil Polisi, Tommy Sumardi Berdalih Sakit
JAKARTA, Jawa Pos – Gelimang uang dimanfaatkan Djoko Tjandra untuk sogok sana sogok sini. Dengan uang hasil kejahatannya, terpidana kasus cessie (pengalihan hak tagih) Bank Bali itu berkali-kali lolos dari bidikan aparat. Dia kini memang telah mendekam dalam penjara. Namun, aksi bagi-bagi duit haram tersebut terus dilacak polisi ■
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menuturkan, Djoko kembali diperiksa sejak pukul 10.00 kemarin. Ada 55 pertanyaan yang diajukan. ’’Yang bisa saya sampaikan terkait aliran dana atau suap ke beberapa tersangka lain,’’ jelasnya. Dalam pemeriksaan itu, Djoko mengaku telah memberikan uang kepada tersangka lain dalam kaitan pencabutan red notice. Setelah status red notice itu hilang dari system data Interpol, Djoko bisa bebas keluar masuk Indonesia.
Saat memeriksa Djoko, penyidik menghadirkan sejumlah barang bukti yang telah disita. Penyidik terus mengejar kapan, di mana, dan kepada siapa saja duit haram itu dibagikan.
Namun, Awi tidak bisa menyampaikan semuanya ke publik. ’’Terutama terkait nominalnya. Yang pasti diakui bahwa dia memberikan uang sebanyak nominal tertentu ke tersangka,’’ tuturnya. Meski demikian, sebelumnya beredar kabar bahwa mantan Karokorwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo diduga menerima USD 20 ribu. Namun, nominal pemberian terhadap mantan Kadiv Hubungan Internasional Irjen Napoleon Bonaparte belum diketahui. Yang jelas, dua petinggi Polri itu kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kemarin penyidik juga memanggil Tommy Sumardi, pengusaha yang menjadi rekan bisnis Djoko Tjandra. Tapi,
Tommy tidak hadir dengan alasan sakit. ’’Pengacaranya yang hadir ke Bareskrim dan meminta penundaan pemeriksaan Selasa (25/8). Kita tunggu ya,’’ ujarnya. Tommy juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus hilangnya red notice Djoko Tjandra.
Polisi juga memeriksa tersangka Anita Kolopaking, kuasa hukum Djoko Tjandra. ’’Kami periksa sebagai saksi mahkota untuk tersangka lainnya,’’ tuturnya dalam konferensi pers di Mabes Polri kemarin.
Awi juga menjelaskan terkait dengan penyidik yang tidak hadir dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Anita Kolopaking. Menurut dia, penyidik belum bisa hadir karena belum ada surat penunjukan dari divisi hukum. ’’Minggu depan setelah ada surat resmi penunjukan itu, pasti hadir,’’ katanya.
Kebakaran Gedung Kejagung
Hingga kemarin, penyebab kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) masih tanda tanya. Tim gabungan Polri dan Kejagung yang dibentuk untuk mengusut insiden tersebut meminta waktu sampai pemeriksaan lokasi kejadian selesai. Meski demikian, Kejagung menepis dugaan yang menyebut kebakaran itu berkaitan dengan kasus Djoko Tjandra atau perkara lain yang tengah mereka proses.
’’Sekarang kami sedang melakukan (langkah-langkah untuk mengetahui) apa penyebab kebakaran,’’ kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kemarin (24/8).
Kejagung memercayakan tugas itu kepada tim gabungan yang tengah bekerja. Mereka yakin tim bisa mengungkap penyebab kebakaran Sabtu malam hingga Minggu dini hari tersebut. Sesuai dengan rencana, Polri memulai olah TKP di Kejagung kemarin. Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo juga meninjau olah TKP yang dilaksanakan tim gabungan dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya.
Listyo menyebutkan, tim gabungan bergerak setelah posko bersama terbentuk. Sebelum pemeriksaan selesai, Listyo meminta masyarakat tidak berspekulasi. Ketimbang mengeluarkan spekulasi yang tidak jelas buktinya, dia mengajak masyarakat ikut mengawasi pengungkapan penyebab kebakaran tersebut. ’’Semoga bisa cepat terungkap,’’ ungkap jenderal bintang tiga Polri itu.
Setelah si jago merah melahap gedung utama Kejagung, memang muncul banyak dugaan asal mula api. Sejumlah pihak mengaitkan kebakaran itu dengan beberapa perkara besar yang ditangani Kejagung. Mulai perkara Djoko Tjandra yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari hingga kasus Jiwasraya.
Ada juga yang menyatakan bahwa kebakaran itu merupakan upaya untuk menghilangkan dokumen-dokumen penting Kejagung. Termasuk yang ada kaitannya dengan kasus-kasus tindak pidana korupsi yang diproses hukum oleh Korps Adhyaksa.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mementalkan semua dugaan itu. ’’Curiga boleh saja. Tapi, harus ada dasarnya,’’ kata dia. Jika kecurigaan yang diungkapkan tidak disertai dengan dasar, Hari menyatakan itu tak ubahnya fitnah. Dia kembali menekankan, gedung yang terbakar tidak dipakai untuk menyimpan dokumen terkait dengan perkara yang tengah diproses hukum oleh instansinya.
Terkait dengan penyelidikan yang dilakukan Polri, sampai kemarin ada 19 saksi yang diperiksa. Pemeriksaan konstruksi bangunan juga selesai. Mereka menyatakan, gedung utama Kejagung masih bisa dipakai untuk olah TKP. Karena itu, olah TKP mulai dilakukan kemarin. Kapuslabfor Bareskrim Polri Brigjen Pol Ahmad
Haydar memimpin langsung olah TKP tersebut.
Kepada awak media, Ahmad menyampaikan, pihaknya belum bisa memastikan berapa lama olah TKP berlangsung. Sebab, lokasi kebakaran cukup luas. ’’Setiap tingkatan tadi (diperiksa) tiap lantai,’’ ungkap dia. Dia pun memastikan semua sudut gedung utama Kejagung dicek tim olah TKP. Termasuk lantai 6 yang diduga menjadi titik awal api muncul sebelum membakar seluruh gedung tersebut.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan, pihaknya akan memanggil Kejagung terkait dengan peristiwa itu. Menurut dia, komisi III akan melakukan pendalaman, terutama mengenai informasi berkas-berkas penting yang hangus akibat kebakaran.
Dasco menuturkan, seharusnya gedung penting sevital itu dilengkapi prasarana dan protokol keselamatan yang memadai. Misalnya, alat pendeteksi dini kebakaran. ’’Kami sayangkan itu tidak berfungsi,’’ tuturnya. Namun, dia meminta publik untuk tidak berprasangka buruk terlebih dahulu. ’’Kita tunggu saja hasilnya sama-sama,’’ tandasnya.