Temukan Coklit Tak Sesuai Prosedur
Ribuan Rumah tanpa Stiker Bukti Pendataan
JAKARTA, Jawa Pos – Tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih di lapangan telah usai. Namun, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan sejumlah pelaksanaannya yang tidak sesuai prosedur di sejumlah daerah.
Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin menyatakan, salah satu temuan yang cukup signifikan adalah banyaknya rumah yang tidak berstiker. Bahkan, hasil supervisinya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, jajarannya menemukan lebih dari 5.000 rumah yang belum berstiker. ”Itu angka yang banyak dan saya kira harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya kemarin (31/8).
Afif (sapaan Mochammad Afifuddin) menjelaskan, temuan tersebut tidak dapat dianggap sepele. Apalagi, pasal 18 ayat 8 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2019 menyebutkan secara terang bahwa stiker tanda coklit merupakan bukti warga telah didata petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Jika ada rumah telah dicoklit tapi belum terpasang stiker, hal itu menyalahi aturan.
Selain lalai menempelkan stiker, Afif menduga memang ada rumah yang belum dicoklit. Apalagi, ada juga laporan bahwa rumah yang bersangkutan tidak berpenghuni. ”Ada yang rumahnya kosong. Orangnya jadi TKI,” imbuhnya.
Sementara itu, di Sulawesi Selatan ada ratusan rumah yang harus didatangi kembali. Penyebabnya, proses coklit yang pertama tidak dilakukan dengan baik. Akibatnya, sekitar 350 rumah harus dikunjungi untuk kali kedua guna memastikan keabsahan data pemilih.
Selain persoalan yang datang dari petugas, tantangan lain yang ditemukan Bawaslu berasal dari masyarakat. Misalnya, di Jambi ada puluhan rumah yang menolak untuk didata jika tidak ada imbalan materi. ”Pemilik rumah tersebut ingin bantuan langsung tunai (BLT) setelah dicoklit,” kata dia.
Selain persoalan materi, banyak rumah di daerah lain yang juga kurang menerima dengan baik petugas saat melakukan coklit. ”Alasannya, takut ada potensi persebaran Covid-19.”
Sementara itu, penyusunan data pemilih telah sampai pada tahap rapat pleno daftar pemilih hasil pemutakhiran (DPHP) di tingkat PPS. Dalam pleno, PPS akan memutuskan namanama yang tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) sebagai pemilih.
Komisioner KPU RI Viryan mengatakan, proses pleno di daerah berbeda-beda dan masih berlangsung. ”Rapat pleno selambat-lambatnya tanggal 1,” ujarnya.
Viryan mengingatkan, jika ada hal-hal yang kurang dari proses coklit yang dilakukan PPDP, jajaran PPS bisa melakukan evaluasi. Bahkan, jika ada hal yang masih meragukan dari hasil kerja PPDP, PPS bisa memastikan ulang atau turun ke lapangan sebelum ditetapkan. ”Silakan disempurnakan,” imbuhnya.
Sebagai manusia, Viryan mengakui, kerja PPDP tidak mungkin sempurna 100 persen. ”Apakah mungkin kerja PPDP masih ada kurangnya? Mungkin. PPDP juga manusia,” pungkasnya.