Sepekan Dibahas, RUU MK Tuntas
Tinggal Pengesahan di Rapat Paripurna
JAKARTA, Jawa Pos – Baru sepekan sejak awal pembahasan, RUU Mahkamah Konstitusi (MK) langsung mendapatkan persetujuan tingkat pertama. Kemarin (31/8) Komisi III DPR dan pemerintah menandatangani persetujuan hasil pembahasan dan sepakat membawanya ke rapat paripurna untuk disahkan.
Menkum HAM Yasonna Laoly menerangkan, perubahan UU tersebut ditujukan untuk menjamin kemerdekaan bagi MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia. Karena itu, pemerintah menyambut baik RUU inisiatif DPR tersebut.
Kendati RUU itu menimbulkan pro dan kontra di publik, pemerintah dan DPR maju terus melakukan pembahasan. Yasonna menyatakan, pemerintah berharap RUU tersebut bisa segera dirampungkan dengan membawanya ke pembahasan di tingkat kedua. ”Kami harap bisa disetujui di paripurna dan segera disahkan menjadi UU,” ucapnya kemarin.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menjelaskan, pembahasan berlangsung cepat karena sebetulnya hanya menindaklanjuti aturan yang sudah ada. Dia mengakui, muatan materi RUU itu terkesan hanya terkait persoalan internal MK. Seperti syarat usia, batas masa jabatan, dan majelis kehormatan. Namun, dia menegaskan, itu tidak muncul tiba-tiba.
”Ketika ada putusan MK yang mengatur substansi itu, harus dilakukan perubahan terhadap RUU,” terangnya.
Beberapa hal baru, imbuh Taufik, adalah terkait periodisasi yang digantikan dengan masa jabatan hingga pensiun usia 70 tahun. Menurut dia, syarat usia merupakan kebijakan hukum terbuka yang bisa diubah pembuat kebijakan. Pemilihan pensiun hingga 70 tahun diambil dengan pertimbangan bahwa jabatan hakim MK merupakan puncak karir dari hakim tersebut sebelum pensiun.
Dengan demikian, setelah pensiun, hakim tersebut tidak berpikir untuk aktif di posisi lain, misalnya kembali menjadi hakim tinggi atau mengejar jabatan lain. ”Sebenarnya semua hal yang dicurigai selama ini terjawab kalau kita mempelajari putusan-putusan MK. Tidak ada masalah.”