Tuangkan Naik-Turunnya Emosi ke Dalam Lukisan
SURABAYA, Jawa Pos – Art is therapeutic. Mungkin itulah yang menjadi kekuatan bagi Dinihari Suprapto. Bagi dia, seni adalah pengobatan.
Penyintas bipolar disorder dengan gangguan psikotik (halusinasi) tersebut kerap mencurahkan isi kepalanya lewat lukisan. Lukisanlukisannya sempat beberapa kali dipamerkan dalam pameran seni di berbagai kota. Kini Dini merambah media lain di luar kanvas. Mulai kayu, pakaian, tas, hingga dinding. Dini kini juga aktif menukilkan lukisannya menjadi bentuk print pada aksesori seperti pin dan gantungan kunci.
Ciri khas lukisan Dini adalah warnawarni bernuansa pastel, bentuk pola abstrak, garis, titik, coretan tidak beraturan, serta karakter imajinatif. Karakter-karakter imajinatif tersebut merupakan bentuk dari perasaan-perasaan dan potongan kisah yang mewarnai hidupnya. Baik saat dia mengalami fase manik maupun depresi.
Karakter-karakter dan corak yang dituangkan itu juga bersumber dari perjalanan hidup Dini yang penuh dengan naik-turunnya emosi. ”Inspirasi datang dari banyak situasi, terutama dari gejolak mood ekstrem dan gangguan psikotik hebat yang aku alami,” katanya kemarin (31/8).
Di luar itu, Dini juga sering kali terinspirasi dari pengalaman orangorang di sekitarnya atau gejalagejala alam yang menyentuh nuraninya secara personal. Terkait dengan tema, perempuan yang tahun ini bakal berusia 31 tahun itu memang mendedikasikan gagasannya pada kesehatan. Kesehatan mempunyai makna yang luas. Mulai kesehatan fisik, mental, emosi, sampai spiritual.
Bagi alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta tersebut, melukis bukan sekadar media berekspresi. Melukis juga dapat menjadi media kampanye kesehatan serta awareness terhadap gejolak emosi diri dan apa yang terjadi di lingkungan sekitar. ”Dan, sejak 2015, aku menikmati proses berkesenian sebagai tempat berteduh dari gemuruh emosi yang ada,” tutur perempuan yang kini kerap mengisi diskusi bertema seni dan kesehatan mental tersebut.