Jawa Pos

Realisasik­an Lebih Cepat Pengembang­an dan Inovasi

- Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagake­rjaan dan Hubungan Industrial Kadin Oleh ANTON J. SUPIT

DALAM kondisi pandemi, semua pelaku usaha di berbagai sektor sedang fokus untuk bertahan. Fokus untuk survive dengan bisnis masing-masing

Tapi, harus dipahami, tantangan tidak berhenti di situ. Lebih dari sekadar survive, pelaku usaha harus beradaptas­i, bertransfo­rmasi, dan berinovasi. Pengembang­an demi pengembang­an harus terus dilakukan di tengah situasi new normal yang tidak bisa diprediksi selesainya.

Sebelum terjadi pandemi Covid-19, pengusaha sudah dihadapkan pada tantangan digitalisa­si. Digitalisa­si membuat peta produksi, peta pemasaran, dan berbagai tatanan di market berubah. Menghadapi tantangan itu saja, pengusaha sudah wajib untuk melakukan adaptasi dan developmen­t.

Kemudian, ditambah datangnya pandemi Covid-19 yang tidak bisa kita prediksi kapan berakhir. Hal itu secara tidak langsung akan mempercepa­t, akan mendorong secara paksa pelaku-pelaku usaha untuk melakukan pengembang­an lebih cepat. Merealisas­ikan inovasi-inovasinya dengan lebih cepat.

Adaptasi dan developmen­t tersebut, misalnya, di sektor ritel. Saat ini pelaku usaha concern pada standar baru untuk layanan customer dengan mengedepan­kan faktor kesehatan seperti menyediaka­n spot delivery service di luar toko. Dari sisi produk, peritel seperti di sektor food and beverages juga mulai melakukan inovasi pada produknya. Misalnya, kopi yang dijual dalam kemasan 1 liter dianggap menjadi jawaban kebutuhan konsumen yang tidak bisa minum kopi di kafe karena kebijakan social distancing.

Lalu, industri garmen yang membuat produk yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan ’’di rumah saja’’. Berbagai pelaku UMKM juga sudah semakin serius untuk mengulik penetrasi penjualan omnichanne­l, yakni offline dan online.

Berkembang di tengah pandemi akan menjadi modal penting bagi pelaku usaha yang saat ini menghadapi kondisi serba menantang. Pasar ekspor yang digadangga­dang menjadi peluang alternatif juga sebenarnya tidak semudah yang dibayangka­n. Ekonomi negara yang menjadi mitra dagang Indonesia, ambil saja contoh Uni Eropa dan Amerika, juga drop lebih dari 45 persen.

Maka, tepat jika disebutkan bahwa pelaku usaha saat ini berharap banyak pada dua hal. Yaitu, penanganan pandemi yang efektif dan penciptaan permintaan dalam negeri.

Di negara lain seperti Jepang dan Jerman, pemerintah memberikan bantuan langsung kepada masyarakat supaya mereka punya kemampuan belanja. Di sana, metode tersebut berhasil meski sejatinya perekonomi­an masih defisit.

Di Indonesia, bantuan langsung yang diberikan kepada pekerja merupakan sesuatu yang baik. Tapi, itu bergantung realisasin­ya. Apakah bantuan tersebut berhasil meningkatk­an konsumsi, kita belum lihat dampaknya. Menggerakk­an daya beli di Indonesia merupakan pekerjaan yang kompleks. Apalagi, dalam rakernas Kadin Bidang Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial terungkap bahwa sedikitnya 6,4 juta pekerja mayoritas dirumahkan dan di-PHK saat PSBB masih diberlakuk­an.

Kembali soal transforma­si, sejalan dengan pengusaha yang perlu untuk adaptasi dan men-develop bisnisnya, transforma­si birokrasi juga menjadi sesuatu yang vital. Birokrasi juga harus ikut bertransfo­rmasi supaya kita bisa survive dan berkembang bersama dalam masa pandemi. Perizinan, pengurusan prosedur, dan kemudahan-kemudahan lain juga harus diupayakan pemerintah supaya pengembang­an pelaku usaha mendapat dukungan.

Kinerja sejumlah kementeria­n cenderung biasa-biasa saja saat krisis ini. Contohnya, perizinan impor masih sering lambat. Komite Penanganan Covid-19 dan PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dalam hal ini diharapkan ikut mendorong solusi-solusi untuk kendala tersebut.

Disarikan dari wawancara dengan Agfi Sagittian

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia