Jawa Pos

Libatkan Murid SLB, Akurasi Capai 98 Persen

Tidak semua orang mampu berkomunik­asi dengan para penyandang tunarungu dan tunawicara. Namun, dengan aplikasi yang satu ini, komunikasi bakal berjalan lebih lancar.

- M. HILMI SETIAWAN, Depok, Jawa Pos

”APLIKASI ini lebih tepatnya adalah penerjemah gerakan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia, Red) ke teks bahasa Indonesia dan dari teks bahasa Indonesia ke animasi 3D gerakan SIBI.” Begitu Dr Erdefi Rakun menjelaska­n aplikasi karyanya. Dosen Fakulas Ilmu Komputer Universita­s Indonesia (Fasilkom UI) itu menerangka­n, pembuatan aplikasi tersebut cukup lama. Sejak 2012. Sampai saat ini, aplikasi itu belum secara resmi keluar di Google Play.

Efi –sapaan akrabnya− mengatakan bahwa aplikasiny­a masih tahap uji tingkat kesiapan teknologi (TKT) di Direktorat Inovasi dan Science Techno Park UI. Saat ini sedang menunggu giliran pengujian TKT-6 dari prototipe yang dihasilkan. ”Harus lewat pengujian TKT. Supaya setiap temuan terawasi, aman, terjamin mutu dan kualitasny­a,” katanya

Setelah menjalani tahapan ujian dan mendapatka­n sertifikat TKT-8, baru boleh dilepas ke Google Play untuk digunakan masyarakat.

Dalam tahapan yang dijalani sekarang, prototipe perlu diuji kepada calon pemakai. Misalnya, kepada siswa dan pengajar SLB Santi Rama. Dia bersama tim harus menyusun laporan terkait penggunaan aplikasi itu. Efi berharap aplikasi tersebut dalam waktu dekat bisa digunakan masyarakat. Dia juga sudah mendaftark­an dua paten untuk aplikasiny­a. Paten pertama untuk aplikasi yang mengubah dari gerakan SIBI ke teks bahasa Indonesia. Kedua, paten aplikasi dari teks bahasa Indonesia ke animasi 3D gerakan SIBI.

Lulusan S-2 Computer Science di University of Minnesota, Amerika, itu menceritak­an, ide pembuatan aplikasi penerjemah tersebut muncul karena orang yang menguasai bahasa isyarat, SIBI salah satunya, masih sedikit. Umumnya, yang menguasai adalah keluarga serta orang-orang yang berkecimpu­ng di sekolah untuk anak-anak tunarungu dan tunawicara. Selain itu, tentunya para penyandang tunarungu dan tunawicara sendiri. Dengan sedikitnya orang yang menguasai isyarat, seperti SIBI, tentu tetap ada kendala komunikasi.

Akhirnya pada 2012, dia mulai berusaha membuat aplikasi tersebut. Efi mengerjaka­nnya bersama guru-guru serta melibatkan murid SLB Santi Rama di Jakarta Selatan.

Pembuatan aplikasi itu tidak mudah dan butuh waktu. Sebab, dia harus merekam gerakan isyarat yang ada di dalam kamus SIBI. Di dalam kamus SIBI ada hampir 4.000 kata. Ribuan kata dasar itu kemudian beranak pinak menjadi puluhan ribu isyarat kata berimbuhan, yaitu isyarat kata dasar yang ditambah dengan isyarat awalan-akhiran.

Upaya Efi bersama timnya tidak berhenti pada merekam kata dasar dan kata berimbuhan saja. Penelitian dilanjutka­n untuk mengenali isyarat kalimat. Jadi, dia memiliki sejumlah unit dataset yang dibenamkan ke aplikasiny­a. Yaitu, dataset kata dasar, kata berimbuhan, dan kalimat. Yang lebih menantang adalah penyusunan isyarat jari untuk alfabet dan angka.

Untuk menyusun setiap dataset, Efi berkonsult­asi dengan para guru SLB Santi Rama. Misalnya, untuk dataset kalimat, dia perlu mengetahui kalimatkal­imat apa saja yang paling banyak dibutuhkan atau digunakan. Dari hasil diskusi, dibuatlah dataset kalimat yang terdiri atas kelompok kalimat saat memperkena­lkan diri. ”Misalnya, siapa namamu, di mana sekolahmu, di mana alamat rumahmu, dan sebagainya,” paparnya. Kemudian, kalimat yang digunakan saat berbelanja, berada di transporta­si umum, di rumah sakit, bahkan kalimatkal­imat yang digunakan di bioskop. Juga ada kalimat greeting seperti ucapan selamat ulang tahun, selamat hari raya, mohon maaf lahir dan batin, serta kalimat ucapan lainnya.

Dia juga mengumpulk­an isyarat jari yang digunakan untuk alfabet dan angka. Isyarat jari itu biasanya digunakan untuk nama, singkatan-singkatan seperti posko, polsek, TNI, atau istilah asing yang penyampaia­nnya dieja. Juga untuk kata-kata yang tidak ada bahasa isyaratnya. ”Misalnya, Hilmi. Itu penyampaia­nnya dieja H, I, L, M, dan I,” katanya.

Selama bertahun-tahun membuat aplikasi itu, Efi dibantu para mahasiswan­ya yang sedang menjalani skripsi (jenjang S-1) dan tesis (jenjang S-2). Setiap gelombang mahasiswa hanya dibatasi oleh waktu yang dibutuhkan untuk mengerjaka­n skripsi atau tesis tersebut. Setelah selesai satu gelombang, diganti kelompok mahasiswa di bawahnya. Karena itu, tim yang terlibat dalam proyek aplikasi penerjemah tersebut berganti-ganti.

Efi mengatakan, semula dirinya menggunaka­n kamera Kinect dari Microsoft untuk membuat aplikasi itu. Hasilnya sangat bagus karena dapat merekam dalam bentuk 3D. Tetapi setelah ditimbang-timbang, penggunaan aplikasi Kinect kurang fleksibel. Sebab, aplikasi tersebut baru bisa berjalan bila pengguna memiliki kamera Kinect. Karena itu, dicari alternatif platform lain yang memungkink­an aplikasi tersebut lebih mudah.

Sementara itu, yang banyak digunakan oleh masyarakat sekarang adalah ponsel pintar. Akhirnya, dia memutuskan untuk pindah ke platform telepon pintar. Untuk itu, dia perlu merekam ulang dataset dengan menggunaka­n kamera ponsel.

Lantas, sejak 2018, Efi mulai mengembang­kan aplikasi kedua, yaitu aplikasi untuk mengubah teks bahasa Indonesia ke animasi 3D gerakan SIBI. Aplikasi kedua juga tidak kalah rumit. Dia menggunaka­n sensor yang diletakkan di tangan dan jari peraga untuk merekam gerakan SIBI. Lalu, hasil rekaman sensor itu dipakai oleh software pembuat animasi untuk membuat animasi 3D gerakan SIBI. ”Jadi, gerakannya direkam, kemudian diubah jadi animasi,” tuturnya.

Efi mengatakan, secara umum yang lebih susah itu adalah pembuatan aplikasi penerjemah dari isyarat SIBI diubah ke teks. Saat ini dua aplikasi tersebut sudah terbungkus menjadi prototipe mobile apps. Sistemnya sudah bekerja dengan baik.

Waktu yang diperlukan oleh aplikasi dari teks bahasa Indonesia ke animasi 3D SIBI untuk menghasilk­an output sudah dalam hitungan milidetik. Sementara itu, aplikasi dari isyarat SIBI ke teks bahasa Indonesia masih hitungan detik. Dia terus berupaya mempercepa­t waktu komputasi tersebut sehingga user akan merasakan proses penerjemah­an dilakukan secara real time.

Efi sempat menunjukka­n aplikasi itu kepada sejumlah siswa. Ternyata, responsnya positif. Anak-anak suka menggunaka­n aplikasi tersebut. Ternyata, menurut siswa-siswa, aplikasi yang mengubah dari teks bahasa Indonesia ke animasi 3D SIBI bisa sekaligus digunakan sebagai alat bantu mengajarka­n isyarat SIBI kepada temanteman­nya. Dia menyebutka­n, aplikasiny­a sekarang mampu mengenali isyarat SIBI dengan tingkat akurasi mencapai 98 persen.

 ?? ERDEFI RAKUN FOR JAWA POS ?? REKAM GERAKAN: Tampilan prototipe aplikasi untuk membantu komunikasi dengan penyandang tunarungu dan tunawicara. Foto kiri, Dr Erdefi Rakun, dosen Universita­s Indonesia.
ERDEFI RAKUN FOR JAWA POS REKAM GERAKAN: Tampilan prototipe aplikasi untuk membantu komunikasi dengan penyandang tunarungu dan tunawicara. Foto kiri, Dr Erdefi Rakun, dosen Universita­s Indonesia.
 ?? ERDEFI RAKUN FOR JAWA POS ??
ERDEFI RAKUN FOR JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia