Resesi dan Penyerapan Anggaran
Presiden Joko Widodo memastikan bahwa Indonesia masuk zona resesi pada kuartal ketiga tahun ini. Salah satu penyebab Indonesia terperosok ke zona resesi adalah minimnya penyerapan belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam paparan kepada sejumlah pemimpin redaksi di Istana Bogor, Jokowi menunjukkan grafik serapan anggaran pemerintah yang dipantaunya setiap pagi sehingga secara berkelakar disebut Jokowi sebagai sarapan pengganti roti dan kopi.
Hingga akhir Agustus, belum ada kementerian dan pemprov yang membelanjakan lebih dari separo anggaran tahunannya. Anggaran PUPR baru tersalurkan Rp 9,13 triliun. Mayoritas untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai serta anggaran rutin lainnya. Anggaran kesehatan yang diharapkan terbesar pemanfaatannya dalam masa pandemi ternyata baru tersalurkan Rp 7,14 triliun. Bahkan, banyak penyerapan anggaran bantuan sosial di APBD provinsi yang masih 0 persen.
Jokowi menyebut kuntara sebagai faktor loyonya penyerapan anggaran pemerintah. Jajaran birokrasi belum terbiasa bekerja dari rumah (work from home). Sistem lelang juga belum disesuaikan dengan suasana pandemi. Sistem verifikasi juga masih mengandalkan tatap muka atau turun ke lapangan, sesuatu yang sulit terlaksana saat pandemi. Demikian pula sulitnya pelaksanaan pekerjaan fisik karena berbagai aturan protokol kesehatan.
Kita mendesak pemerintah segera mengatasi kendala internal dengan memangkas jalur-jalur birokrasi yang rumit dan menjebak. Digitalisasi layanan publik, digitalisasi layanan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta digitalisasi administrasi keuangan pemerintahan harus segera diperluas. Pendampingan aparatur penegak hukum harus benar-benar berorientasi pada kecepatan pelaksanaan proyek. Sistem akuntansi pemerintahan harus segera direformasi.
Tenaga kesehatan yang berjibaku membendung korona ingin insentifnya segera dicairkan. Anak-anak butuh anggaran bantuan pulsa segera diberikan agar bisa belajar secara daring. Bantalan sosial untuk orang miskin baru harus segera disalurkan. Roda konsumsi kelas menengah yang mengandalkan sektor perdagangan dan jasa harus segera berputar. Ekonomi harus segera bergerak. Stabilitas keamanan dan sosial harus tetap terjaga. Kuncinya terletak pada kecepatan pemerintah membelanjakan anggaran APBN dan APBD.
Bila pertumbuhan ekonomi ditargetkan positif, waktu tiga bulan ke depan harus dimaksimalkan. (*)