Dulu Kejar Kurus, Sekarang Kejar Podium
Tak nyaman dengan penampilan dan mulai gelisah dengan histori asam urat dari keluarga. Itu alasan Iriyanti Harun biar lari. Kurus dan sehat adalah goals-nya. Seiring berjalannya waktu, mencetak peringkat terbaik di race adalah tujuan baru.
”SUSAH cari baju, serius deh,” katanya. Selain itu, ada kekhawatiran karena keluarganya punya histori asam urat. Pada 2012 Riyanti mulai merasakan gejalanya. Hal yang tidak nyaman itu membuatnya mulai melirik lari. Memang masih dalam hitungan meter saat itu. Tapi, Riyanti konsisten. Tiap hari dia pasti melakoni lari. Bayangbayang angka 80 kg di timbangan membuatnya tetap semangat. Lama-lama, Riyanti bisa meningkatkan jarak latihannya sampai 5–10 km per hari. ”Beneran takut berat naik lagi kalau nggak lari setiap hari,” tuturnya.
Hal tersebut dilakoninya dengan serius sampai 2015. Tak tanggung-tanggung, Riyanti berhasil menurunkan berat badannya 30 kg lebih. ”Sampai sekarang nih di 49 kg,” jelasnya. Memang latihan tersebut juga ditunjang dengan perbaikan pola makan. Riyanti mulai membatasi betul asupan karbohidrat dan gula, bahkan hingga hari ini. ”Kalau pantangan makan khusus, nggak ada sih,” sambungnya.
Setelah mencapai berat badan impiannya, Riyanti baru mulai serius ikut race sanasini. Apalagi, Riyanti pindah ke Pulau Jawa dari Makassar. ”Di Makassar kan event lebih jarang. Di sini jadi lebih rajin ikutan,” katanya. Perempuan 37 tahun itu pun kepo dengan trail run. Event pertamanya dilakoni pada 2016. Jaraknya juga masih yang pendek, yaitu 10K. ”Eh kok menang?” ucapnya. Hal tersebut menjadi pacuan Riyanti untuk menambah jarak. Lama-kelamaan 50K hingga 100K pun dilahap.
Race yang paling melekat bagi Riyanti adalah ultra trail run pertamanya di Coast to Coast 50K 2016. Catatan waktu Riyanti hanya berjarak 4 menit dari cut off time. Motivasinya hanya ingin finis dengan baik. ”Diingat-ingat, saat itu persiapan juga belum matang,” kenangnya. Riyanti sibuk membagi waktu dengan belajar di Kampung Inggris Kediri. Waktu untuk latihan jadi terbatas sekali. Belum lagi, gelar yang dimilikinya saat itu belum yang terbaik.
Hal tersebut tak membuatnya patah arang. Riyanti menekankan kepada diri sendiri pentingnya fokus dan membuat target. Kalau sudah ada, program latihan disesuaikan dengan kebutuhan. ”Race yang bakal diikuti kayak apa? Jaraknya berapa? Kondisi gimana? Semua itu perlu jenis program latihan yang beda,” jelasnya.
Kebiasaan latihan Riyanti adalah lari 10K tiap hari. Selama pandemi, memang banyak race yang ditunda, bahkan dibatalkan. Di sela-sela lari, Riyanti juga menyisipkan bersepeda dan berenang tiap minggu. ”Karena kerjaan sekarang juga dari rumah, jam latihan jadi lebih luwes,” ucap perempuan yang bekerja sebagai dosen tersebut.
Sementara itu, formula yang digunakan menjelang pertandingan tentu bisa 3–4 kali lipat lebih berat. Jarak harian mencapai 30–40 km. Biasanya jarak tersebut dipecah jadi dua, pagi dan sore. Sedangkan di akhir pekan, jarak harian ditambah menjadi 50 km.(dya/c7/tia)