Jawa Pos

Selain Pengajian, Aktif Beri Bantuan Sosial bagi Warga

Setiap orang berhak berubah menjadi lebih baik. Contoh itu mewujud pada Abu Fida. Eks narapidana kasus terorisme (napiter) tersebut menata hidup baru. Kini dia mendirikan yayasan deradikali­sasi, yaitu Taffaquh Fiddin.

- ARISKI PRASETYO HADI,

SAIFUDIN UMARmengam­bil napas panjang. Kepalanya mendongak ke atas. Pandangann­ya menerawang. Dia bersiap memutar kembali ingatan kelam itu.

Memori tersebut terhampar enam tahun lalu. Tepatnya 14 Agustus 2014. Pagi itu, Saifudin tengah mengantar anaknya ke sekolah. Dari rumah, mereka

Jawa Pos berangkat pukul 06.30.

Awalnya, tidak ada firasat buruk. Kendaraan dipacu melintasi jalan. Namun, sampai di tengah perjalanan, insiden itu terjadi. Motor Saifudin tibatiba dihentikan paksa.

Empat orang tak dikenal menghadang Saifudin. Dia ditangkap. Penglihata­n pria 54 tahun itu seketika menghitam. Tak tampak karena ditutup kain. ”Saya hanya dengar tangisan anak saya,” terangnya.

Ya, pagi itu Saifudin ditangkap. Dia dituduh berafilias­i dengan organisasi terlarang. Yaitu, Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS). Lewat serangkaia­n pembuktian di persidanga­n, warga Sidotopo Lor tersebut divonis bersalah. ”Saya dihukum 3 tahun,” jelasnya.

Ingatan itu masih terekam jelas. Bahkan, keluargany­a mengabadik­an kejadian tersebut. Berita surat kabar Jawa Pos disimpan rapi. Judul beritanya membuat Saifudin menggeleng­kan kepala.

Gembong ISIS Jatim Tertangkap. ”Ini kenang-kenangan. Saya simpan sebagai pengingat perjalanan hidup,” tuturnya.

Nama aslinya Saifudin. Namun, dia lebih dikenal sebagai Abu Fida. Masa lalunya memang akrab dengan ISIS. Dia sempat mempelajar­i paham radikal itu dari dunia maya.

Sejak awal ISIS berdiri, Abu penasaran. Perkembang­an organisasi dari Timur Tengah itu diikuti. Hingga dia merasa adanya kecocokan. Seminggu sebelum tertangkap, dia nekat. Uang hasil bekerja ditabung

Abu hendak bergabung dengan ISIS. Dari Surabaya, dia terbang ke Turki. Tujuannya mengarah ke wilayah perbatasan negara itu. Sebab, ISIS ditengarai membangun kekuatan di perbatasan Turki dan Syria.

Namun, takdir berkehenda­k lain. Di Bandara Internasio­nal Ataturk, Turki, Abu mengalami kesulitan. Dia dicegat petugas bandara karena tidak bisa menjelaska­n maksud ke_da_ta_ngannya ke negara tersebut. ”Saya dikumpulka­n bersama ribuan orang lain di bandara,” paparnya.

Turki mengambil keputusan tegas. Abu dan ribuan orang lain dideportas­i. Dia diterbangk­an kembali ke Surabaya. ”Setelah seminggu, saya ditangkap,” jelasnya.

Dia menjalani hukuman tiga tahun. Dua tahun meringkuk di tahanan Mako Brimob. Sisa satu tahun dihabiskan di Lembaga Pemasyarak­atan (Lapas) Kelas II-A Magelang.

Menurut Abu, semula pemahaman Islam yang dia anut sepotong-sepotong. Tidak utuh. Dia mencontohk­an hukum perbudakan. Organisasi radikal masih memberlaku­kan cara itu.

Di dalam lapas, dia juga mendapatka­n hikmah. Tentang agama Islam. Menurut dia, Islam diajarkan dengan hati. ”Bukan dengan sakit hati,” terangnya.

Tiga tahun lalu, masa hukumannya rampung. Dia kembali ke rumahnya. Di kawasan Surabaya Utara, Jalan Sidotopo Lor. Awalnya, bapak lima anak itu khawatir tak diterima warga. Sebab, cap teroris merupakan noda yang susah dihapus.

Lewatberag­amupaya,diakembali menemukank­epercayaan­diri.Dia kembali aktif di kegiatan masjid. Ikut kegiatan sosial hingga turut bercengker­ama dengan warga.

Selainitu,Abuaktifbe­rorganisas­i. Perkumpula­n tersebut dibentuk temannya. Juga mantan napiter. Namanya Yayasan Lingkar Perdamaian.Yayasanitu­didirikan tokoheksko­mbatan,yaituAliFa­uzi.

Lewat yayasan tersebut, Abu mendapatka­n banyak pelajaran. Dia mengenal sikap toleransi. Selain itu, memperteba­l keislaman. Lingkar Perdamaian tidak hanya mengadakan pengajian. Mereka juga aktif memberikan bantuan sosial kepada warga.

Selepas aktif di Lingkar Perdamaian, dia mendapat tugas baru. Yaitu, mendirikan yayasan serupa. Lokasinya di Surabaya. Pasalnya, ada sejumlah mantan napiter yang belum terjamah.

Abu bergerak cepat. Dia ingat, dulu ada yayasan yang pernah dibentuk. Namanya Taffaquh Fiddin. Makna rangkaian kalimat itu mendalam. Yaitu, belajar agama.

Taffaquh Fiddin didirikan Abu dan keluargany­a pada 2006. Awalnya, yayasan sosial dan agama. Memberikan pengajian serta membantu sesama. Izin dari pemerintah sudah didapat. Namun, yayasan itu mati suri. Tidak ada kegiatan. Pasalnya, keluarga memiliki kesibukan masing-masing.

Kegiatan yang digelar pun beragam. Mirip Lingkar Perdamaian. Yayasan itu kerap mengadakan pengajian. Mengenalka­n Islam yang ramah. Bukan dengan amarah.

Contohnya saat Idul Adha lalu. Taffaquh Fiddin ikut berpartisi­pasi. Menyumbang hewan kurban berupa seekor kambing. ”Ini wujud kami sudah berubah,” terangnya.(*/c6/git)

 ?? ARISKI PRASETYO/JAWA POS ?? LEMBARAN BARU:
Abu Fida menunjukka­n koran Jawa Pos yang memberitak­an dirinya sewaktu ditangkap. Abu Fida kini berkiprah di yayasan.
ARISKI PRASETYO/JAWA POS LEMBARAN BARU: Abu Fida menunjukka­n koran Jawa Pos yang memberitak­an dirinya sewaktu ditangkap. Abu Fida kini berkiprah di yayasan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia