Polisi Temukan Unsur Pidana
Ada Jejak Minyak dalam Kebakaran Gedung Kejagung Pelaku Terancam Bui Minimal Lima Tahun
JAKARTA, Jawa Pos – Pengusutan kebakaran gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) memunculkan beberapa dugaan baru. Insiden yang menghanguskan gedung utama tersebut diduga bukan kebakaran biasa. Bareskrim Polri menemukan unsur pidana dalam kebakaran yang terjadi pada 22 Agustus lalu itu
Sebab, api diketahui muncul kali pertama di ruang terbuka, bukan akibat korsleting listrik.
Api yang menyala di ruang terbuka atau open flame tersebut membuka peluang untuk menjerat hukum orang yang memicu kebakaran. Meski demikian, belum diketahui apakah kebakaran itu disengaja atau kecelakaan. Yang jelas, disengaja atau tidak, pelakunya bakal tetap dipidana.
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, dari rangkaian penyelidikan yang dilakukan, penyidik menemukan sejumlah fakta. Yakni, kebakaran yang terjadi di gedung utama Kejagung diawali dari lantai 6, tepatnya ruang rapat biro kepegawaian. ”Api lalu menjalar dari lantai atas ke lantai bawah,” terangnya.
Api cepat menyebar karena adanya akseleran atau ACP di lapisan luar tembok gedung. Polisi juga menemukan cairan minyak yang mengandung senyawa hidrokarbon. ”Kebakaran diperparah dengan penyekat ruangan yang menggunakan bahan mudah terbakar seperti gipsum,” ucapnya.
Ada sejumlah ruang yang menggunakan penyekat mudah terbakar tersebut, salah satunya ruang parkir. Dari semua itu, hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) dan Puslabfor Mabes Polri menyatakan bahwa titik api muncul karena open flame atau nyala api terbuka. ”Bukan arus pendek listrik atau korsleting,” jelasnya.
Listyo lantas menghubungkan titik nol api itu dengan aktivitas renovasi di ruang rapat biro kepegawaian. Aktivitas renovasi tersebut dilakukan sejak pukul 11.30 hingga 17.30. Dengan begitu, dapat dipastikan terdapat aktivitas di titik permulaan api hanya selang 40 menit dari terjadinya kebakaran. ”Kebakaran diprediksi dimulai pukul 18.15,” ujarnya.
Penyidik juga menemukan fakta lain, yakni adanya upaya memadamkan kebakaran. Namun sayang tidak didukung sarana dan prasarana pemadam yang memadai. ”Api tidak bisa dipadamkan dan akhirnya harus meminta bantuan pemadam kebakaran,” paparnya.
Dengan semua fakta tersebut, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat unsur pidana dalam kebakaran gedung utama Kejagung itu. ”Hal itu disimpulkan dalam gelar perkara yang dihadiri rekan dari Kejagung, JAM Pidum, JAM Intel, dan rekan jaksa lain,” ujarnya.
Akhirnya disepakati meningkatkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Dengan begitu, pelakunya bisa dijerat unsur pidana. ”Kami menjerat dengan menggunakan pasal 188 KUHP dan 187 KUHP,” ucap Listyo.
Pasal 188 KUHP menyebutkan, barang siapa karena kesalahan atau kealpaan menyebabkan kebakaran, ledakan, kebanjiran diancam pidana penjara paling lama lima tahun. ”Kalau tidak sengaja lima tahun. Tapi, kalau sengaja bisa sampai 15 tahun,” urainya. Jenderal bintang tiga itu memastikan bakal memeriksa potential suspect atau para saksi. ”Nanti akan kami umumkan kembali,” ujarnya.
Hingga kemarin Bareskrim telah memeriksa 131 saksi. Mereka terdiri atas office boy, petugas keamanan, dan pegawai kejaksaan. Ada pula saksi ahli yang dimintai keterangan. ”Barang buktinya CCTV, abu yang terdapat bahan hidrokarbon, jeriken berisi cairan, kabel, terminal kontak, dan minyak pembersih dash cleaner merek top yang tersimpan di gudang cleaning service,” ungkapnya.
Kabareskrim menjelaskan, dengan ini juga Bareskrim, Polda Metro Jaya, dan Puslabfor Mabes Polri sepakat mengusut tuntas kasus tersebut. Serta sepakat untuk tidak ragu dalam memproses siapa pun yang terlibat. Semua akan dipertanggungjawabkan ke hadapan publik. ”Kami, kepolisian dan kejaksaan, sepakat untuk mengusut secara transparan,” tegasnya.
Masih terbuka peluang bahwa kebakaran di gedung utama Kejagung terhubung dengan sejumlah kasus besar yang sedang ditangani lembaga tersebut. Salah satunya kasus Djoko Tjandra. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang juga pelapor kasus Djoko Tjandra,
Boyamin Saiman, mengaku sejak awal meyakini bahwa kebakaran itu bukan akibat korsleting listrik. ”Itu sudah saya simpulkan beberapa waktu lalu, di beberapa acara,” ujarnya.
Menurut Boyamin, paling minimal ada ketidaksengajaan seperti membuang puntung rokok di tempat sampah. Yang apinya tidak padam dan membesar hingga terjadi kebakaran. Apalagi, di titik awal kebakaran itu terdapat aktivitas renovasi. ”Tapi, ini paling minimal. Sengaja membakar juga masih bisa,” urainya.
Meski begitu, tentu Polri akan bisa mengungkapnya. Apalagi telah menggunakan pasal 187 dan pasal 188. Kalau memang tidak ditemukan unsur kesengajaan, pelaku masih bisa dijerat karena tidak sengaja melakukan pembakaran. ”Itu wajar pakai dua pasal,” ujarnya.
Sementara itu, Jampidum Fadil Zumhana menuturkan, pihaknya mengapresiasi kinerja Bareskrim dalam mengungkap penyebab kebakaran. Dengan diangkatnya kejadian tersebut sebagai peristiwa pidana, pimpinan Kejagung mendukung penuh penanganan kasus itu. ”Terbentuknya posko bersama sejak awal peristiwa juga menunjukkan kesungguhan Kejagung mengungkap penyebab kebakaran ini,” jelasnya.
Kejagung juga sepakat untuk mengungkap lebih dalam penyebab kebakaran. Penyidikan merupakan upaya membuat terang dengan menemukan tersangka dan bukti-bukti kasus. ”Supaya semua terjawab saat digulirkan ke pengadilan,” tegasnya.
Sementara itu, pantauan Jawa Pos, nyaris empat minggu pasca kebakaran, gedung utama Kejagung masih belum diapaapakan. Olah TKP yang sudah tuntas tidak lantas membuat gedung tersebut bisa diakses semua orang. Hanya yang berkepentingan dan diberi izin yang boleh masuk. Semua aktivitas yang sebelumnya dilakukan di gedung itu memang sudah dipindahkan.
Termasuk ruang kerja pejabat teras seperti jaksa agung dan wakil jaksa agung. Puing-puing bekas kebakaran belum semuanya diambil. Gosong di sana-sini tampak jelas meski dilihat dari kejauhan. Pasca kebakaran, awak media lebih banyak beraktivitas di sekitar Gedung Bundar Kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus).
Gedung utama yang tidak jauh dari gedung bundar masih tertutup rapat. Gerbang depan gedung tersebut sudah tidak pernah dibuka. Masuk lewat gerbang belakang Kejagung pun tidak lantas mendapat akses menuju TKP kebakaran. Sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, renovasi gedung itu tidak bisa segera dilakukan. Sebab, anggaran untuk merenovasi gedung tersebut belum tersedia.
Bukan hanya itu, gedung utama Kejagung juga belum diasuransikan. Sehingga renovasinya hanya bisa mengandalkan duit APBN. Paling cepat tahun depan renovasi baru bisa dimulai. Bagaimana proses perbaikan dan tahapantahapannya, Kejagung belum bisa menjelaskan. Sebab, mereka butuh koordinasi dengan banyak pihak untuk memulai perbaikan gedung tersebut.