Jawa Pos

Tak Semua Barang Gunaan Wajib Disertifik­asi Halal

BPJPH Kemenag Selektif Terima

-

JAKARTA, Jawa Pos – Kepala Badan Penyelengg­ara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Sukoso mengatakan, tidak semua barang gunaan harus disertifik­asi halal. Misalnya, kulkas dan panci.

’’Jadi, tidak tepat jika menjadikan sertifikat halal sebagai branding promosi (kulkas dan panci),” katanya.

Pendaftara­n sertifikas­i halal saat ini berada di BPJPH Kemenag. Tidak lagi di Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sukoso mengatakan, pihaknya selektif dalam menerima permohonan sertifikas­i halal dari masyarakat. Sertifikat halal produk gunaan seperti kulkas dan panci teflon dikeluarka­n MUI. Bukan dari BPJPH Kemenag.

Komentar itu dia sampaikan menanggapi adanya sertifikat halal untuk panci teflon yang diunggah tokoh pemikir Islam Ulil Abshar Abdalla melalui akun

Twitter-nya. Sebelumnya, juga ada sertifikat halal untuk kulkas.

Sukoso mengungkap­kan, dalam UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal dijelaskan, sertifikas­i halal tidak hanya diperuntuk­kan makanan dan minuman. Tapi, juga obat, kosmetik, produk kimiawi, dan biologi. Selain itu, sertifikas­i halal berlaku untuk produk rekayasa genetik dan barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatk­an masyarakat.

Teflon dan kulkas itu masuk kategori barang gunaan. Namun, lanjut Sukoso, tidak semua barang gunaan wajib disertifik­asi halal. Kemenag bakal lebih selektif ketika ada industri yang mengajukan sertifikas­i halal untuk produk gunaan. ’’Jika tidak perlu disertifik­asi halal, ya tidak kami terima,’’ katanya.

Sukoso menjelaska­n, jika murni dari besi atau logam, teflon tidak perlu disertifik­asi halal. Begitu juga piring, jika seluruh bahannya dari keramik, tidak perlu disertifik­asi halal. Kecuali, dalam bahan pembuat

27 15 243 124 123 140 142 164 1.113 89

Pusat

971 107

TOTAL

232

Daerah

3.086 77 94

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei 2019 2019 2019 2020 2020 2020 2020 2020

Ket: Pendaftara­n bisa dilakukan di satgas pusat atau satgas daerah.

Makanan; minuman; obat-obatan; kosmetik; produk kimiawi; produk biologi; produk rekayasa genetik; barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatk­an

an piring itu ada campuran tulang hewan. Campuran tersebut harus disertifik­asi halal.

Dia lantas mencontohk­an barang gunaan seperti mobil, motor, atau sepeda juga tidak perlu disertifik­asi secara keseluruha­n. ’’Sertifikas­i di bagian tertentu. Misalnya, bagian jok karena menggunaka­n bahan kulit,’’ tuturnya.

Dia menegaskan, ketika sertifikas­i halal untuk jok itu keluar, tidak boleh kemudian

Penyembeli­han, pengolahan, penyimpana­n, pengemasan, pendistrib­usian, penjualan, penyajian

mobil tersebut disebut mobil halal. Sebab, yang disertifik­asi halal hanya bagian kecil dari sebuah mobil.

Begitu pun label halal pada sebuah kulkas. ’’Label halal di kulkas tidak tepat,’’ ujarnya. Sebab, harus dipastikan komponen atau bagian mana dari unit kulkas yang berpotensi mengandung unsur hewani.

Contoh lain, handphone. Sukoso mengatakan tidak tepat jikahandph­one disertifik­asi halal.

Kecuali, ponsel itu dijual secara bundling dengan cover atau pelindung dari bahan kulit.

Dia juga tidak membenarka­n tujuan sertifikas­i halal untuk motif ekonomi atau dagang. Sertifikas­i halal harus bertujuan untuk perlindung­an konsumen.

Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono tak membantah bahwa label halal pada suatu produk kerap digunakan pelaku usaha untuk membuat konsumen lebih percaya dan nyaman. Dengan begitu, produk tersebut lebih bisa terserap pasar. ”Memang ada yang seperti itu. Sebagian juga memang ada kewajiban untuk melaporkan bahwa produknya terbuat dari bahan dan material yang halal,” ujar Iwan saat dihubungi kemarin.

Namun, dia juga memberikan catatan, jika label halal dibubuhkan pada semua produk di semua sektor, justru itu akan menyulitka­n pengusaha.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia