DPK Tumbuh, Penyaluran Kredit Lemah
Menabung Menjadi Cara Menghadapi Ketidakpastian
JAKARTA, Jawa Pos – Ketidakpastian ekonomi membuat masyarakat memilih untuk saving money alias menabung. Itu dilakukan karena ada risiko kesehatan dan ancaman krisis. Akibatnya, dana pihak ketiga (DPK) di perbankan tumbuh signifikan sampai akhir Agustus lalu. Di sisi lain, pertumbuhan penyaluran kredit pada periode yang sama rendah.
’’Masyarakat lebih memilih menabung untuk berjaga-jaga. Sebab, kenaikan konsumsi belum kuat,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat kerja daring bersama Komisi XI DPR RI kemarin (28/9). Dia menambahkan bahwa penyaluran kredit selama Agustus tercatat hanya 1,04 persen. Tapi, tren turunnya penyaluran kredit terpantau sejak April.
Perry menyebut ada beberapa faktor penyebab turunnya penyaluran kredit perbankan. Salah satunya adalah permintaan yang rendah. Sebab, mayoritas dunia usaha terdampak pandemi. Maka, banyak aktivitas ekonomi masyarakat yang terhenti. Sementara itu, perbankan juga menjadi lebih berhati-hati karena dibayangi risiko kredit macet.
Kendati demikian, menurut Perry, kondisi sektor keuangan masih sangat kuat. Permodalan lembaga keuangan juga masih stabil. Buktinya, rasio kecukupan modal (capital adequacy
ratio/CAR) bank umum konvensional masih tercatat 23,16 persen. Sinergi BI dengan pemerintah dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga berjalan baik.
’’Ke depan, dengan perbaikan ekonomi, stimulus fiskal, moneter, restrukturisasi kredit, dan kebijakan akomodatif lainnya ini, kami yakin pertumbuhan kredit membaik,” tegas Perry.
Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hery Gunardi mengakui adanya perlambatan pertumbuhan kredit tersebut. Dia mengatakan bahwa tren itu dialami semua pelaku industri perbankan. Namun, likuiditas masih tetap terjaga.
’’Itu karena semakin banyak yang menabung dengan nominal besar,” ucapnya.
Hery optimistis masih ada ruang untuk menyalurkan kredit di tengah proyeksi perlambatan
ekonomi nasional. Penyaluran kredit juga masih perlu. Itu akan menjadi salah satu bentuk stimulus untuk menggeliatkan kembali roda perekonomian.
’’Pembiayaan yang terukur dan prudent (aman) akan membantu menggerakkan perekonomian Indonesia untuk kembali ke tren positif,” imbuh Hery.
Analisa Office of Chief Econo
mist Bank Mandiri menyebutkan bahwa kinerja industri perbankan pada triwulan III masih relatif kuat. Perbankan masih didukung berbagai stimulus pemerintah dan otoritas moneter tanah air. Artinya, likuiditas dan kualitas aset perbankan masih akan tetap terjaga.
Hery juga mengatakan, ada sektor-sektor yang prospektif untuk menjaga bisnis tetap bergerak. Misalnya, consumer goods, farmasi, healthcare, dan telekomunikasi.
Di sisi lain, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut fenomena menabung itu sebagai langkah antisipasi. Sebab, mayoritas masyarakat belum percaya diri untuk berbelanja di tengah wabah Covid-19. Mereka masih cenderung berhemat sampai pandemi berakhir. Baik untuk kredit maupun konsumsi lainnya.
Masyarakat juga memilih menabung karena penerapan protokol kesehatan tidak serius. Di beberapa daerah, bahkan sangat longgar. Ketidakpastian kapan pandemi berakhir dan gejolak ekonomi yang tidak menentu membuat masyarakat menahan pengeluaran. Itu yang lantas membuat daya beli masyarakat seolah lenyap. ’’Mereka lebih banyak saving,” kata Bhima.