Industri TI Masih Menantang
SURABAYA, Jawa Pos – Daya beli masyarakat yang lemah membuat demand terhadap produk-produk teknologi informasi (TI) rendah. Termasuk smartphone. Kondisi itu akan berlangsung sampai akhir tahun.
Kendati demikian, para pelaku industri TI tetap berharap kinerja mereka membaik. Apalagi, aktivitas sekolah dari rumah melahirkan kebutuhan terhadap produk-produk TI untuk menunjang belajar. ”Sampai kuartal III ini, belum ada kenaikan permintaan,’’ kata Ketua Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Jawa Timur Okky Tri Hutomo kemarin (28/9).
Jika direrata, penurunan penjualan produk TI jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu tercatat 30–40 persen. Dalam situasi normal, tiap tahun penjualan ratarata tumbuh 15 persen. ”Pasca-PSBB (pembatasan sosial berskala besar), ada geliat sedikit, tapi kembali turun sejak Jakarta kembali memberlakukan PSBB,” ucap Okky.
Dampak pengetatan PSBB DKI Jakarta langsung terasa pada sisi distribusi. Selama ini, mayoritas produk TI disuplai dari ibu kota. Di sana pula para distributor dan principal berada. Selain itu, kini proses impor dari Tiongkok dan Taiwan berbeda dengan kondisi ketika normal sebelum pandemi.
Dengan kondisi itu, lanjut Okky, para pelaku industri TI juga berupaya memperluas pasar lewat jalur pemasaran daring. Namun, konsumen TI memang lebih mantap jika datang dan melihat langsung ke toko. Belakangan, alasan mereka belanja produk TI juga bergeser. Dari mengikuti tren menjadi kebutuhan. ”Kalau beli, alasannya kalau tidak karena rusak atau hilang,” imbuhnya.
Kendati demikian, para pelaku industri TI optimistis permintaan meningkat setelah kegiatan belajar-mengajar kembali normal. Ketika siswa sudah masuk sekolah lagi, kebutuhan produk TI akan meningkat. ”Khususnya pengadaan dari pemerintah yang selama ini kontribusinya sampai 70 persen,” pungkas Okky.