Henny Harus Kejar Motor, Sadeli Angkat Gabah demi Makan
Museum olahraga yang digagas Pemkot Surabaya akan diresmikan. Museum yang menampilkan memorabilia atlet Surabaya itu bakal menjadi destinasi baru wisata. Di balik koleksi-koleksi tersebut, tercetak kisah perjuangan. Mengharukan.
DUA kaus berkerah itu berwarna biru telur asin dan merah terang. Dibungkus plastik bening oleh dua petugas dengan memakai sarung tangan medis. Mirip baju baru yang terpajang di etalase toko, tapi dengan perlakuan istimewa.
Jersey model lawas itu memang bukansembarangkaus.Duakaus
Jawa Pos tersebut bersejarah. Bagi pemiliknya. Juga bangsa ini. Lebih-lebih kota ini, S u raba ya. Yang telah melahirkan dua pemilik kaus bulu tangkis itu. Mi n arti Timur dan Alan Budiku s u m a.
Meme, sapaan akrab Minarti, adalah pemain bulu tangkis spesialis ganda campuran
J
Prestasi moncernya meraih medali perak dalam Olimpiade di Sydney 2000 bersama Try Kushariyanto. Sementara itu, Alan, pemain bulu tangkis tunggal putra, meraih medali emas di Olimpiade Barcelona 1992.
Bukan hanya kaus yang diperlakukan istimewa oleh petugas di ruang penyimpanan Museum Tugu Pahlawan( Tupal) Sabtu (26/9). Tapi, ada juga raket, sepatu emas, piala, s tik biliar, busur panah, golok, medali, sertifikat, dan puluhan barang lainnya. Peranti tersebut datang dari berbagai cabang olahraga. Misalnya, bulu tangkis, atletik, pencak silat, tenis, sepak bola, panah a n, gulat, biliar, hingga olahraga tradisional.
Semuanya adalah sumbangan atlet arek-arek Suroboyo. Koleksi itu akan dipajang di museum olahraga di Jalan Padmosusastro yang kini sedang dibangun.
”Kami bersihkan semuanya setiap hari. Dan kami rawat,” ucap
Kepala UPTD Tugu Pahlawan, Museum, Balai Pemuda, dan THR Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Rusdi Ismet.
Koleksi para atlet itu dilap secara hati-hati dengan menggunakan kainmicrofiber. Tujuannya tidak merusak lapisan cat. Kain microfiber juga dapat menangkal bakteri.
Total saat ini sudah ada 74 koleksi yang diperoleh pemkot dari para atlet. Dikumpulkan sejak pertengahan tahun lalu. Melibatkan tiga OPD pemkot. Disbudpar, dinas kebudayaan dan kearsipan (dispusip), serta dinas pemuda dan olahraga (dispora).
Semua bergerilya mencari informasi dan menghubungi para atlet. A dayang harus datang ke ibu kota, mencari alamat rumah atlet, hingga janji sudah mau ditelepon, tapi tidak kunjung diangkat.
Semua itu dirasakan oleh tim yang turun. Misalnya, untuk menemui Alan Budikusuma dan Rudy Hartono, tim harus melawat ke Jakarta. Kedua atlet memang sedang sibuk. Ada yang menjadi pelatih dan menjalankan bisnis. ”Setelah berhasil wawancara, tim juga langsung bikin video di sana,” ucap Ismet.
Begitu pula ketika menemui atlet panahan peraih medali perak Olimpiade Seoul 1988 Lilies Handayani. Tim harus datang ke kantor perempuan berusia 55 tahun itu di Kabupaten N g anju k .” Karena yang bersangkutan memang menjadi AS N di sana ,” ucap K abid Akuisisi Deposit dan Pengolahan Dispusip Nani Pertiwi.
Dalam pertemuan tersebut, Lilies menyerahkan busur dan anak panah pertama yang diberikan sang ibu untuk latihan. Panah itu merupakan sejarah awal Lilies di dunia panahan.
Warisan itu tidak diberikan Lilies kepada anaknya, Dellie yang juga atlet panahan nasional. Tapi, diberikan ke museum olahraga.
Bukan hanya benda berharga yang diterima tim selama penelusuran. Tapi, juga ceritacerita inspiratif. Misalnya, saat Nani bersama Dwi, tim dispusip, menemui atlet atletik Henny Maspaitella.
Sejak kecil, Henny dilatih lari dengan keras oleh sang ayah. Untuk latihan harian, Henny biasanya diminta lari menyusur i jalan dengan membuntuti sang ayah yang naik sepeda motor .” Bayangkan, untuk menjadi be r prestasi, mereka harus latihan seperti itu,” ucapnya.
Kisah lain juga muncul dari atlet gulat M. Sadeli. Berasal dari keluarga kurang mampu, hidup Sadeli kecil sangat keras. Dia mengaku ikut gulat di kampung karena ingin mendapat makan. ”Untuk makan seharihari saja, beliau dulu harus angkat gabah dari sawah. Baru boleh makan,” ucapnya.
Lewat museum, para atlet senior Suroboyo dengan segudang prestasi tersebut akan menyapa pengunjung. Seraya berbisik imajinatif kepada siapa pun yang datang dengan bahasa khas Suroboyoan.”Ayo Rek, aku ae iso ngene, koen kudu iso luwih.”