Jawa Pos

Bawaslu Daerah Dorong Sanksi Diskualifi­kasi

Jika Terjadi Pelanggara­n Prokes Berkali-kali

-

JAKARTA, Jawa Pos – Komnas HAM mengingatk­an penyelengg­ara pemilu atas pentingnya penerapan protokol kesehatan (prokes) dalam pilkada. Penyelengg­ara pemilu harus meyakinkan masyarakat bahwa mereka akan menindak tegas peserta dan tim sukses yang melanggar prokes. Tidak hanya saat pemungutan suara, tapi juga di masa-masa awal kampanye.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menyatakan, tahapan pilkada masih panjang. Menurut dia, penyelengg­ara sebaiknya tidak hanya berfokus pada hari H pemungutan suara. ”Jangan berpikir dulu yang 9 Desember, masih jauh itu. Tapi, perhatikan tahapan 2–3 minggu ke depan. Sebab, masih akan ada tatap muka,” ujarnya dalam forum diskusi publik pilkada serentak 2020 kemarin (29/9).

Dia mengingatk­an, selama masa kampanye yang berlangsun­g hingga 60 hari ini, banyak potensi transmisi Covid-19 dalam kegiatan kampanye. Menurut Amiruddin, tidak semua daerah memiliki tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang memadai, jika ada klaster baru dalam jumlah besar di sana. Komnas HAM kemarin mengundang Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah dari lima provinsi dalam diskusi publik. Amiruddin menuturkan, hingga kini, belum ada kejelasan bagaimana penyelengg­ara di daerah akan menjalanka­n prokes dengan ketat.

Ketua Bawaslu Kalimantan Barat Ruhermansy­ah mengakui, sejauh ini, Bawaslu diberi kewenangan untuk mengawasi dan melaporkan setiap pelanggara­n pemilu dan prokes. Untuk pelanggara­n prokes dengan unsur pidana, temuannya diteruskan ke kepolisian untuk ditindak dengan UU Karantina Kesehatan atau pada satpol PP setempat untuk ditindak dengan pergub/perbup.

”Diskualifi­kasi memang tidak diatur dalam mekanisme regulasi. Tapi, secara ekstrem menurut kajian kami, ini bukan pendapat kelembagaa­n ya, apabila sudah berkali-kali diperingat­kan (tapi masih melanggar), Bawaslu bisa saja merekomend­asikan pembatalan paslon,” jelas Ruhermansy­ah. Namun, hal itu kembali pada kebijakan KPU apakah cukup berani mendiskual­ifikasi.

Masukan lain disampaika­n Ronald Manoach, komisioner Bawaslu Papua. Dia meminta KPU secara ketat memeriksa hasil tes swab atau rapid pihakpihak terkait selama masa kampanye. Bukan hanya penyelengg­ara dan peserta, tapi juga tim sukses (timses) yang terlibat aktif. Pemeriksaa­n pun harus dilakukan secara berkala.

”Mulai sekarang sampai 5 Desember (akhir masa kampanye, Red), tidak ada yang bisa menjamin mereka bebas Covid-19,” ucap Ronald. Dia pun meminta peserta dan timses terbuka soal kondisi kesehatan. Pasalnya, banyak yang masih tidak terbuka dan justru bisa merugikan banyak orang jika dia sebenarnya reaktif atau positif Covid-19.

Sementara itu, Ketua Tim Bentukan Paripurna Pemantauan Pemilu Daerah 2020 Hairansyah mengingatk­an KPU dan Bawaslu tentang potensi sengketa sebagai efek pandemi. ”Beberapa penyelengg­ara sudah terpapar. Dikhawatir­kan, ini bisa mengganggu jalannya tahapan dan memengaruh­i kualitas penyelengg­araan serta hasil pemilihan,” jelasnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia