Ada Makna Aksara Jawa dalam Piranti Panguripan
SURABAYA, Jawa Pos – Seorang ibu terlihat hendak mengambil kursi untuk membantunya membersihkan debu di langit-langit rumahnya. Hal itu langsung direspons salah seorang anak perempuannya. ’’Ibu, mudhun Bu! Mas Data wae sing ngelakoni,’’ tuturnya.
Itu adalah cuplikan adegan prolog film pendek Piranti Panguripan. Film tersebut adalah kolaborasi dua komunitas asal Surabaya, Nic Pictures dan Omah Visual. Film itu menyampaikan pesan tentang makna dalam aksara Jawa.
Film pendek berdurasi 30 menit itu menceritakan keluarga yang terdiri atas seorang ibu dan dua anak. Sehari-hari, mereka bercakap dengan bahasa Jawa yang kental. Ketiganya juga kerap berselisih paham setelah meninggalnya sang ayah. Dari situlah konflik muncul. Di akhir adegan, dijelaskan sebuah filosofi aksara Jawa dan maknanya yang disampaikan sang ibu untuk menyelesaikan konflik.
Adegan tersebut sekaligus memunculkan kesimpulan bahwa nama dua anak itu juga terinspirasi aksara Jawa. Yang ternyata terselip doa agar mereka hidup dengan berpegang teguh pada budaya Jawa. Baik di dalam maupun di luar rumah. ’’Makna dalam aksara Jawa bisa digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari,’’ ujar Kamila Qurrotaayun, penulis naskah film Piranti Panguripan .
Dia melanjutkan, film tersebut memang terinspirasi budaya Jawa. Khususnya aksara Jawa. Menurut Kamila, selama ini, sebagian orang yang pernah belajar aksara Jawa hanya mempelajari teknis penulisan tanpa memahami makna di dalamnya. Padahal, itu justru sarat pesan berharga untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
’’Karena itu, kami ingin memunculkannya di film ini,’’ ucap Hilmiy Hafiidzh Zainuddin, sutradara film Piranti Panguripan. Piranti Panguripan berarti alat kehidupan. Di sini yang dimaksud adalah budaya itu sendiri. Dijadikan pedoman atau alat untuk menjalani kehidupan.
Terdapat lima aktor dalam film tersebut. Mereka merupakan gabungan seniman teater muda asal Surabaya dan siswa SMKN 1 Surabaya dengan berbagai jurusan. Kolaborasi itu juga terdapat dalam produser film. Yakni, komunitas NIC Pictures dan Omah Visual yang memang bergerak dalam seni visual seperti fotografi dan perfilman. Proses pembuatan film memakan waktu sekitar sebulan.
Hilmiy menambahkan, film tersebut dibuat untuk mengenalkan budaya Jawa. Khususnya pada generasi milenial. Terlebih, generasi sekarang banyak dipengaruhi oleh budaya asing. Rencananya, film itu diunggah ke kanal YouTube dalam waktu dekat.