Minta Penundaan Kenaikan Cukai
SURABAYA, Jawa Pos – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyoroti arah kebijakan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. Khususnya terkait peningkatan tarif cukai rokok. Apalagi, di dalamnya ada wacana menyederhanakan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang sebelumnya dibatalkan.
Ketua APTI Agus Parmuji mengatakan, penyerapan tembakau dari pabrik rokok berkurang sejak pandemi Covid-19. Akibatnya, harga tembakau juga turun. ’’Karena itu, kami minta rencana kenaikan cukai ditunda. Terutama karena mempertimbangkan dampaknya bagi petani tembakau,’’ katanya Selasa (29/9).
Selain itu, dia meminta penyusunan regulasi terkait industri hasil tembakau (IHT), termasuk RPJMN 2020–2024, mengindahkan nasib petani. Penyederhanaan tarif cukai, menurut Agus, juga akan memengaruhi penyerapan tembakau oleh pabrikan. Sebab, selama ini IHT terbagi dalam kategori kecil, menengah, dan besar.
Kondisi yang beragam itu akan menciptakan kompetisi penyerapan tembakau lokal, terutama kualitas sedang yang banyak dibutuhkan industri menengah ke bawah. ’’Jadi, makin besar kompetisi, maka tembakau petani akan makin banyak dicari,’’ paparnya.
Ketua Tim Riset Forum for Socio-Economic Studies (FOSES) Putra Perdana menyatakan, ada empat pemain besar yang menguasai pasar rokok Indonesia. Kenaikan cukai akan memengaruhi harga dan menghilangkan varian brand rokok. Kenaikan cukai rokok jenis SKM (sigaret kretek mesin) dapat menghilangkan sekitar enam varian brand di pasar. Sedangkan untuk rokok jenis SPM (sigaret putih mesin), kenaikan cukai sebesar 8,3 kali lipat akan menghilangkan satu varian brand. Pada jenis rokok SPT (sigaret putih tangan), kenaikan harga transaksi pasar karena kenaikan CHT dan HJE (harga jual eceran) sebesar 1,56 kali lipat membuat hilangnya satu brand pada golongan 2 dan 3.