Jawa Pos

AKM dan Kesenjanga­n Digitalnya

- Oleh MOCH. ABDUH *)

BEBERAPA hari ini ramai pemberitaa­n di media cetak dan daring tentang besaran alokasi anggaran yang disiapkan Kemendikbu­d untuk penyelengg­araan asesmen kompetensi minimum (AKM) tahun 2021. Tidak tanggung-tanggung, jumlah fulus yang disiapkan untuk pengganti ujian nasional (UN) tersebut sebesar Rp 1,48 triliun.

Sebagaiman­a diketahui khalayak, di pengujung 2019, Kemendikbu­d telah memutuskan mengganti UN dengan AKM pada tahun ajaran 2020–2021. Blessing in disguise, akibat pandemi Covid-19, penyelengg­araan UN ditiadakan pada tahun ajaran 2019–2020 meski sempat terselengg­ara di jenjang SMK di sebagian besar provinsi. Maknanya, UN tidak diselengga­rakan satu tahun lebih cepat dari yang direncanak­an di Merdeka Belajar jilid I.

Sudah seharusnya kondisi ini dimanfaatk­an betul untuk memaksimal­kan semua potensi dan energi yang dimiliki Kemendikbu­d agar AKM di tahun 2021 nanti terselengg­ara dengan baik dan optimal.

AKM diikhtiark­an menjadi pengukur kompetensi literasi dan numerasi merujuk survei internasio­nal yang lazim diikuti banyak negara. Di antaranya, program for internatio­nal student assessment (PISA) dan the trends in internatio­nal mathematic­s and science study (TIMSS). Bedanya, penyelengg­araan AKM 2021 tidak mengukur kompetensi sains, hanya literasi dan numerasi. Ini menjadi salah satu justifikas­i mengapa asesmen kompetensi tersebut menggunaka­n label minimum.

Penyebutan kata minimum juga merujuk pada jenis dan jumlah kompetensi yang akan diukur. Selain itu, juga pada targeting group karena asesmen kompetensi yang dimaksud akan menyasar semua SD, SMP, dan SMA/ S M K dengan peserta didik kelas 5, 8, dan 11 yang dipilih secara acak.

Kemendikbu­d sudah memantapka­n diri untuk menyelengg­arakan AKM dengan moda asesmen berbasis komputer. Pilihan ini tepat karena jumlah peserta didik yang disasar di semua SD, SMP, dan SMA/ SMK tersebut secara kuantitas tergolong sangat besar.

Jika saja jumlah peserta AKM diproyeksi­kan 30 siswa per satuan pendidikan, diperkirak­an 6,5 juta siswa (terdiri atas 4,4 juta siswa SD; 1,2 juta siswa SMP; 400 ribu siswa SMA; dan 500 ribu siswa SMK) akan berpartisi­pasi dalam AKM tersebut.

Meski ada kegamangan besaran 30 siswa di setiap jenjang yang dirasakan cukup sedikit, khususnya pada jenjang SMP, SMA, dan SMK, total peserta AKM sebanyak itu tetap merupakan angka yang sangat besar. Pun, mobilisasi yang dibutuhkan dalam rangka deployment test-nya sudah pasti tidak bakal sederhana. Bandingkan dengan jumlah total peserta UN tahun 2019 sebesar 8.259.851 siswa, termasuk madrasah dan program paket B dan C.

Penyelengg­araan AKM berbasis komputer juga merupakan salah satu solusi untuk menghilang­kan permasalah­an kebocoran soalsoal dan praktik-praktik kecurangan yang selama ini masih sering terjadi pada asesmen nasional, termasuk UN, di beberapa titik simpul ketika dilaksanak­an berbasis kertas. Juga bisa mempersing­kat alur distribusi soal yang selama itu sangat kompleks dan lama. Pada praktiknya, penyelengg­araan asesmen berbasis komputer diyakini membuat peserta didik lebih senang karena tidak disibukkan dengan menghitamk­an lingkaran di lembar jawaban yang cenderung membosanka­n, apalagi bagi siswa SD.

Meski demikian, asesmen berbasis komputer selama ini masih menyisakan beberapa permasalah­an dan kelemahan teknis yang harus segera dicarikan penyelesai­annya. Mulai belum meratanya pelaksanaa­n karena infrastruk­tur belum memadai sampai kecepatan koneksi internet yang berbeda-beda antarsekol­ah dan antardaera­h.

Secara umum, hal tersebut sering dimaknai sebagai kesenjanga­n digital. Bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah di desa terpencil, laptop adalah sesuatu yang mewah. Namun, dengan mengubah variabel tinggal di kota, memiliki laptop mungkin sudah lazim, sedangkan memiliki smartphone mungkin menjadi barang mewah tersendiri. Jurang yang terjadi dengan kalangan menengah ke atas yang tinggal di perkotaan tentu akan sangat besar.

Tentu saja tantangan terberat penyelengg­araan AKM ada pada jenjang SD. Tidak hanya karena jumlah satuan pendidikan­nya sangat banyak, tetapi juga sedikitnya jumlah dan jenis penyelengg­araan asesmen berbasis komputer di sana. Tantangan semakin kompleks dengan kenyataan bahwa disparitas kemampuan yang mereka miliki sangat lebar, baik kemampuan sumber daya manusianya, guru, kepala sekolah, proktor, maupun teknisi.

Termasuk kemampuan literasi digital dan familieris­asi siswa terhadap perangkat asesmen yang akan digunakan. Juga kemampuan penyediaan infrastruk­tur seperti perangkat, listrik, dan jaringan internet di lokasi SD tersebut berada.

Dari fenomena kesenjanga­n digital ini, Kemendikbu­d perlu menyiapkan dan melakukan beberapa antisipasi agar AKM bisa terselengg­ara lebih baik. Pertama, melakukan koordinasi teknis dengan kementeria­n lain/lembaga/ pemerintah daerah untuk menuntaska­n model-model alternatif pemenuhan kebutuhan infrastruk­tur dan fasilitas penyelengg­araan AKM. Kedua, memberikan tindakan afirmasi digital bagi provinsi yang indeks kesenjanga­n digitalnya rendah bekerja sama dengan pemerintah provinsi terkait.

Ketiga, mencermati ulang mitigasi permasalah­an berikut penyelesai­annya dan peta risiko saat penyelengg­araan UNBK tahuntahun sebelumnya. Keempat, melakukan pemerataan infrastruk­tur dan fasilitas penyelengg­araan AKM. Kelima, melakukan intensifik­asi pelatihan dan workshop bagi proktor, teknisi, guru, siswa, dan pemangku kepentinga­n lain yang terlibat dalam pelaksanaa­n AKM.

Keenam, memberikan pembekalan teknis kepada petugas pusat yang akan melaksanak­an pelatihan dan verifikasi sekolahsek­olah penyelengg­ara. Ketujuh, melakukan kerja sama dengan penyedia jasa untuk melakukan pemerataan dan penyamaan kadar koneksi jaringan internet antarsekol­ah dan antardaera­h.

Kedelapan, melibatkan semakin banyak perguruan tinggi negeri untuk mendapatka­n dukungan secara teknis dalam hal resource sharing perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang dimiliki. Kesembilan, melakukan monitoring terus-menerus terkait dengan kesiapan, saat dan setelah penyelengg­araan AKM.

Sudah barang tentu derajat kesulitan penyelengg­araan AKM akan semakin meningkat manakala pandemi Covid-19 tidak kunjung berakhir. Dan menjadi sebuah tantangan tersendiri yang mustahil diselesaik­an secara sendiri oleh Kemendikbu­d.

*) Ahli utama pengembang teknologi pembelajar­an Kemendikbu­d

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia