BPS: Penggunaan Masker Meningkat
SELAMA masa pandemi, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan beberapa survei tambahan melalui online dan aktif menggunakan big data sebagai analisis. Tujuannya, memberikan data dan informasi yang cepat mengenai dampak Covid-19, baik pada masalah sosial, ekonomi, maupun perubahan perilaku.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, pada awal September lalu, BPS kembali melakukan survei mengenai perilaku masyarakat di masa pandemi. ”Kami berharap beberapa temuan BPS nanti dapat dijadikan input untuk mempertajam kebijakan penanganan Covid-19 yang selama ini sudah dijalankan,” ujarnya, Senin (28/9).
Survei itu dilakukan pada 7−14 September secara daring. Yang merespons sebanyak 90.967 orang. ”Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang sudah berpartisipasi dalam survei ini. Bahkan, lebih dari 50 persen responden bersedia untuk disurvei kembali pada tahap berikutnya,” kata dia.
Pria yang akrab dipanggil Kecuk itu mengungkapkan, survei dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Pertama, ingin melihat tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan, kemudian berupaya memahami apa saja kendala atau alasan ketika masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan.
”Jadi dari jumlah sampel 90.967 responden itu, sebanyak 55,23 persen perempuan dan 44,77 persen laki-laki. Dilihat dari umurnya, 69 persen didominasi usia muda, yakni kurang dari 45 tahun.Sementara kalau dilihat dari pendidikan, 61 persen minimal berpendidikan sarjana ke atas,” terangnya.
Menurut dia, beragam responden itu sudah cukup untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan dengan memperhatikan 3M; mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.
Kecuk mengungkapkan, pada masa pandemi, tingkat kepatuhan dalam menggunakan masker mencapai 92 persen atau meningkat 8 persen dibandingkan survei terakhir pada April. Sementara itu, kepatuhan masyarakat dalam mencuci tangan dan menjaga jarak hanya 75 persen. Secara umum, temuan ini menggembirakan, tapi masih perlu memperhatikan aspek cuci tangan dan jaga jarak,” ungkapnya.
Dalam komposisi yang ideal, lanjut dia, protokol kesehatan 3M itu harus berjalan pararel. Kenyataannya, saat kepatuhan menggunakan masker naik, kepatuhan mencuci tangan dan menjaga jarak justru menurun. ”Kita perlu lebih masif menyosialisasikan kepada masyarakat tentang perlunya cuci tangan dan jaga jarak. Penggunaan masker tanpa menjaga jarak dan mencuci tangan tentu tidak ada gunanya,” tegasnya.
Kalau dilihat berdasar karakteristik, ternyata perempuan jauh lebih patuh dibandingkan laki-laki dalam menerapkan protokal kesehatan 3M, baik menggunakan masker, mencuci tangan, maupun menjaga jarak. Diketahui juga bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi kepatuhan seseorang terhadap 3M. Lalu, masyarakat yang berumur lebih tinggi jauh lebih patuh daripada yang muda.
”Jadi, ada kecenderungan yang muda agak abai terhadap protokol kesehatan. Untuk itu, sepertinya perlu sosialiasi dengan sentuhan khusus kepada pemuda yang lebih mengena agar menerapkan protokol kesehatan secara baik,” terangnya.