Jawa Pos

Tinjau Food Estate, Presiden ke Kalteng

-

KE MANA Presiden Jokowi saat ibu kota dilanda unjuk rasa kemarin? Dia ternyata berada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Presiden mengecek kesiapan penanaman perdana padi di lahan seluas 30 ribu hektare di Pulang Pisau dan Kapuas

Itulah bagian dari program food estate di lahan dengan luas sekitar 770 ribu hektare.

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretaria­t Presiden Bey Triadi Machmudin membantah anggapan kunjungan tersebut untuk menghindar­i unjuk rasa. ’’Agenda presiden untuk food estate dijadwalka­n jauh-jauh hari. Jadi, sama sekali tidak ada kaitan dengan aksi,’’ ujarnya.

Presiden keluar dari Jakarta sejak Rabu sore (7/10). Dia terbang ke DIJ, kemudian menuju Solo lewat jalur darat. Jokowi berziarah ke makam orang tuanya di Solo. Setelah berziarah, dia kembali ke Jogja dan bertolak ke Palangka Raya kemarin pagi (8/10).

Tahun ini program food estate dimulai dengan penanaman padi di lahan seluas 10 ribu hektare di Pulang Pisau dan 20 ribu hektare di Kapuas. Secara keseluruha­n, di Kalteng ada 168 ribu hektare lahan yang akan ditanami padi.

Kepergian Jokowi sontak mengundang perhatian masyarakat. Banyak kritik yang muncul di media sosial yang menilai tindakan Jokowi itu tidak elok. Namun, menurut pengamat kebijakan publik dari Universita­s Indonesia (UI) Agus Pambagio, tak jadi soal meski Jokowi tidak berada di Jakarta kemarin. Apalagi jika demonstras­i yang dilakukan tidak menyertaka­n surat resmi untuk berdialog dengan presiden. ”Kalau tidak ada tuntutan ketemu, ya kalau ada jadwal, memang pasti presiden berangkat,” tuturnya.

Meski begitu, Agus tidak membenarka­n pola komunikasi pemerintah. Dia menuturkan bahwa harus ada perbaikan. Bila tidak, kondisi bisa semakin kacau. ”Makanya, saya selalu bilang bahwa ini makin gawat karena tidak ada juru bicara. Masak presiden suruh ngomong langsung,” ungkapnya.

Juru bicara (jubir) ini, kata dia, lebih diutamakan sebagai perwakilan negara. Bukan sekadar juru bicara presiden. Misalnya, posisi itu diserahkan kepada menteri komunikasi dan informatik­a. Bisa juga tim KSP atau yang lain. Adanya jubir resmi ini diterapkan presiden terdahulu. Pada era Presiden Soeharto, ada Moerdiono yang cekatan menjawab pertanyaan masyarakat. Ada pula Wimar Witoelar yang menjadi juru bicara era Presiden Abdurrahma­n Wahid. ”Banyak hoax. Itu harus dijawab. Masalahnya, yang jawab siapa? Mana tim presiden?” katanya.

Tidak adanya penjelasan membuat masyarakat marah. Sebab, banyak kesimpangs­iuran meski masyarakat sudah membaca UU Cipta Kerja. Dibutuhkan dialog untuk menjawab segala pertanyaan masyarakat. ”Kemarin dijejer 12 menteri. Bukan seperti itu cara menyampaik­annya. Tapi, ada juru bicara resmi,” tegasnya.

Apalagi, lanjut dia, kegiatan itu sekadar paparan. Komunikasi hanya dilakukan satu arah. Padahal, masyarakat seperti pekerja/buruh, aktivis, hingga mahasiswa butuh berdialog. ”UU ini kan ada positif negatifnya. Negatifnya seperti soal pesangon. Itu dijelaskan kenapa begitu. Dialog,” ujarnya.

Urusan komunikasi itu diharapkan segera diselesaik­an. Sebab, dikhawatir­kan, bila terus didiamkan, persepsi orang semakin liar. ”Akan bahaya kalau sampai ditunggang­i,” tuturnya.

Disinggung tentang niat pemerintah untuk duduk bersama seluruh stakeholde­r dalam perumusan aturan turunan UU Cipta Kerja, Agus menilai hal tersebut mustahil. Sebab, aturan hukumnya saja sudah mendapat penolakan keras.

 ?? SETPRES ?? SUDAH TERJADWAL: Jokowi meninjau peternakan bebek milik warga Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, kemarin (8/10).
SETPRES SUDAH TERJADWAL: Jokowi meninjau peternakan bebek milik warga Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, kemarin (8/10).
 ?? JAWA POS RADAR BALI ??
JAWA POS RADAR BALI

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia