Separo Penduduk Nagorno-Karabakh Mengungsi
STEPANAKERT, Jawa Pos – Atap Katedral Ghazanchetsots berlubang kemarin (8/10). Itu adalah bangunan bersejarah yang terletak di Shusha, Nagorno-Karabakh. Kerusakan terjadi bukan karena tempat ibadah itu sudah tua dan lapuk, tapi karena hantaman bom. Versi pemerintah Armenia, pasukan Azerbaijan pelakunya.
Pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan di NagornoKarabakh masih panas menjelang pertemuan bersama mediator internasional di Jenewa. Rencananya, Menteri Luar Negeri Jeyhun Bayramov bertemu dengan diplomat Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat. Azerbaijan maupun Armenia menolak bertemu langsung. Menteri Luar Negeri Armenia Zohrab Mnatsakanyan memilih bertemu dengan sekutunya, Rusia, di Moskow pada Senin (12/10).
Konflik di Nagorno-Karabakh memang butuh campur tangan pihak ketiga. Sebab, pertempuran kian sengit dan tak terkendali. Ibu kota Nagorno-Karabakh,
Stepanakert, porak-poranda. Begitu pula kota-kota lain di sekitarnya. Armenia mengakui, sekitar 300 tentaranya tewas di pertempuran. Di sisi lain, Azerbaijan belum mengungkapkan korban yang mereka derita.
Tak ingin menjadi korban, 90 persen penduduk perempuan dan anak-anak di NagornoKarabakh mengungsi. Begitu pula para lelaki di wilayah tersebut. Berdasar paparan Ombudsman HAM Karabakh Artak Beglaryan kepada Agence France-Presse, 70 ribu–75 ribu warga kehilangan rumah dan terpaksa mengungsi ke tempat yang aman.
Itu setara dengan separo populasi penduduk di wilayah sengketa tersebut. Di ibu kota Azerbaijan, Baku, 427 tempat tinggal yang dihuni sekitar 1.200 orang hancur.
Dikhawatirkan, pertempuran di Nagorno-Karabakh menjadi konflik regional. Sebab, negaranegara lain mulai campur tangan. Turki mendukung Azerbaijan dan Rusia berpihak ke Armenia. ”Dukungan Turki ke Azerbaijan berisiko menjadikan ini sebagai konflik internasional,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis JeanYves Le Drian.