Pantau Pemenuhan Indikator Tatap Muka
Mayoritas Sesuai Prokes, tapi Masih Ada Kekurangan
SURABAYA, Jawa Pos – Pemkot Surabaya mengklaim penanganan Covid-19 semakin baik. Persebaran virus korona jenis baru itu dapat dibendung. Kondisi tersebut membuat pemkot kian bersemangat dan terus berupaya menyiapkan pembukaan kembali pembelajaran tatap muka.
Beberapa hari lalu dinas pendidikan (dispendik) turun ke sekolah untuk memelototi persyaratan yang wajib dipenuhi lembaga pendidikan tersebut. Total, ada sepuluh sekolah yang ditelaah. Tim dispendik turun untuk menelaah indikator yang harus dipenuhi sekolah. Ada lebih dari 100 indikator. Mulai kelengkapan fasilitas, kesiapan infrastruktur, hingga sistem pembelajaran.
Kasubbag Penyusunan Program dan Pelaporan Dinas Pendidikan (Dispendik) Triaji Nugroho menjelaskan, pihaknya turun untuk melakukan cek dan ricek
JLangkah Pemkot Menyiapkan Pembelajaran Tatap Muka
Swab test bagi guru SD-SMP. Sampai saat ini, sudah ada 12 ribu guru yang mengikuti uji usap.
Pemkot berencana melakukan uji usap untuk siswa. Mencermati pemenuhan sarpras prokes di sekolah. Mulai pemenuhan alat cuci, bilik sterilisasi, hand sanitizer, hingga ruang ventilasi di sekolah.
Mengatur sistem pengajaran di kelas. Guru dan siswa memakai masker dan face shield. Jarak antarsiswa diatur. Setiap siswa tidak diperbolehkan untuk meminjam alat tulis. Mengatur jam pelajaran. Maksimal tiga jam tiap sesi. Siswa yang hendak ke kamar kecil harus diantar guru. Ketika siswa pulang, langsung dijemput orang tua. Tidak ada istirahat keluar kelas.
Verifikasi faktual itu bertujuan memelototipemenuhanindikator. ”Apakah sudah sesuai dengan laporanyangdilampirkan,”katanya.
Petugas lantas melakukan evaluasi. Misalnya, kelengkapan sarana-prasarana (sarpras). Dispendik melihat ketersediaan wastafel, bilik sterilisasi, serta hand sanitizer. Di dalam kelas, dispendik melihat aturan jaga jarak. Salah satunya, kapasitas maksimal kelas ketika pembelajaran tatap muka diadakan. Yang tidak kalah penting adalah ventilasi. Setiap kelas harus memiliki minimal 10 persen ventilasi. Tujuannya, sirkulasi udara tidak terhambat.
Kesiapan guru dan siswa juga ditelaah. Setiap siswa dan guru harus memakai masker dan face shield. Selain itu, guru dilarang berkeliling. Materi cukup disampaikan di depan kelas. Bahkan, timmenanyakanteknissiswaketika hendak buang air kecil hingga selesai sekolah. Sesuai dengan aturan,ketikainginpergikekamar kecil,siswaharusdidampingiguru. Ketika pembelajaran usai, orang tua harus segera menjemput.
Teknis pembelajaran di kelas juga sudah sesuai. Physical distancing dipenuhi. Minimal jarak antarsiswa 1,5 meter. ”Bangku siswa diberi jarak,” ungkapnya.
Hanya satu yang menjadi kekurangan. Yakni, imbauan dari sekolah. Bentuknya berupa peringatan bahaya korona. Diharapkan, seluruh siswa dan guru waspada dan tetap mematuhi prokes. Menurut Aji, sekolah sudah menyusun imbauan. Namun, bentuknya tidak sesuai dengan harapan dispendik. ”Kebanyakan imbauan nonformal,” jelasnya.
Dispendik meminta imbauan itu formal. Contohnya, dalam bentuk poster dan ditempel di setiap sudut ruang kelas. Imbauan tersebut menjadi pengingat bahaya korona.
Aji menuturkan, selain sekolah negeri, pihaknya meminta sekolah swasta bersiap memenuhi indikator sekolah tatap muka. Dia meminta sekolah yang belum memenuhi persyaratan segera melapor. Dengan begitu, dispendik bisa segera melakukan telaah. ”Yang belum lengkap segera dilengkapi,” tuturnya.
Sementara itu, Pembina Pengurus
Daerah Persakmi Jatim Estiningtyas Nugraheni menyatakan bahwa imbauan tertulis sangat dibutuhkan sekolah yang hendak membuka kembali pembelajaran. ”Kelengkapan itu harus dipenuhi,” tegasnya.
Menurut dia, imbauan bukan sekadar tulisan kertas. Tetapi harus sarat makna. ”Bisa membangun awareness (kesadaran),” tuturnya.