Jawa Pos

Dorong Pemerintah Siapkan Mitigasi Risiko

Ukur Kelayakan Pilkada Digelar atau Ditunda

-

JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah didorong membuat standar risiko dalam pelaksanaa­n pilkada 2020. Hal itu dibutuhkan untuk mengukur pada kondisi apa pilkada layak digelar di tengah pandemi. Apalagi, angka penularan Covid-19 terus mengalami kenaikan.

Hal tersebut disampaika­n ahli kebijakan Universita­s Indonesia (UI) Eko Prasojo dalam diskusi daring kemarin (12/10). Eko menilai sejauh ini tidak ada ukuran jelas yang dibuat pemerintah. Baik dari aspek kesehatan maupun sosialnya. ”Saya pikir perlu mitigasi risiko. Jadi, tingkat risiko yang harus ditetapkan di mana kita sampai pada keputusan lanjut atau tidak,” tuturnya kemarin.

Eko menjelaska­n, mitigasi tersebut dibutuhkan untuk memastikan proses pemilihan bisa dilakukan dengan mengutamak­an kualitas, tidak hanya prosedural. Dari aspek partisipas­i, misalnya, berdasar sejumlah survei yang dilakukan beberapa lembaga, keinginan untuk menunda pilkada tergolong tinggi. Imbasnya, bisa saja akan menurunkan jumlah partisipas­i saat pemungutan suara. ”Ini menyangkut legitimasi kepala daerah terpilih,” imbuhnya.

Belum lagi dari aspek teknis penyelengg­araan, juga memiliki risiko. Eko mencontohk­an, di kompleks perumahann­ya tidak ada orang yang bersedia menjadi petugas TPS. Padahal, di tempatnya ada pilkada Kota Depok. ”Ini kan risiko yang harus kita siapkan. Ini yang paling kecil ya tidak ada KPPS,” ucapnya.

Sementara itu, guru besar ilmu politik UI Valina Singka Subekti mendorong KPU yang menyusun kriteria tersebut. Sebagai penyelengg­ara, KPU punya kewenangan untuk mengukur mitigasi risiko. ”Mereka punya kewenangan untuk mengatakan, oh daerah ini tidak cukup mampu diselengga­rakan saat ini, ini harus ditunda,” ujarnya.

Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kementeria­n Dalam Negeri Akmal Malik Piliang masih optimistis pilkada dapat digelar sesuai jadwal. Berdasar data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, lanjut dia, di daerah yang menyelengg­arakan pilkada terjadi penurunan zona merah. ”Dari 6 September itu ada 45 zona merah, turun menjadi 31 zona merahnya,” ungkap dia.

Bahkan, kata Akmal, saat ini ada 14 provinsi yang menggelar pilkada tanpa ada kabupaten/ kotanya yang masuk kategori zona merah. Dia menambahka­n, pemerintah justru mencoba melihat pilkada sebagai salah satu upaya menanggula­ngi Covid-19. Akmal mencontohk­an, dengan digunakann­ya alat pelindung diri sebagai alat peraga kampanye, akan ada banyak masker, face shield, atau hand sanitizer yang beredar.

Kemudian, dari aspek ekonomi, anggaran yang digelontor­kan pemerintah maupun paslon akan membantu pemulihan ekonomi di masyarakat. ”Memang tidak mudah. Tapi, kita katakan, kita harus optimistis bahwa kita masih punya harapan untuk memerangi Covid-19 ini,” tegasnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia