Buka Usaha Tambahan demi Bisa Bertahan
Pandemi Pukul Bisnis Kos-kosan
SURABAYA, Jawa Pos – Pandemi Covid-19 terbukti memukul banyak sektor usaha. Tidak terkecuali bisnis kos-kosan. Terutama yang berlokasi di Surabaya Timur. Di area tersebut, banyak warga yang membuka usaha kos-kosan mengingat banyaknya perguruan tinggi. Baik itu perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS).
Dampak pandemi juga berimbas pada pengusaha kos-kosan di Jalan Gubeng Kertajaya V-B. Kos di area perkampungan itu terlihat sepi. Di kos tersebut, hanya sebagian ruangan yang terisi. Tujuh di antara sebelas kamar yang tersedia kosong tidak berpenghuni.
Pengelola kos, Murtini, mengungkapkan bahwa saat ini yang tersisa hanya penghuni yang bekerja
J
Tujuh kamar kosong itu sebelumnya dihuni mahasiswa. ”Nah, ketika korona begini, mereka pulang semua. Belajar dari rumah,” ungkap perempuan dua anak tersebut.
Saat dijumpai kemarin, dia tampak sibuk membersihkan lantai 2 kos-kosan. ”Setiap hari rutinitas saya begini. Tetap harus membersihkan meski tak ada penghuni,” ucapnya. Dia juga terlihat membersihkan kamar kos yang belum disewa lagi. Mulai merapikan tempat tidur hingga meja kamar.
Murtini menjelaskan, imbas berkurangnya jumlah penghuni di kos yang dikelolanya adalah pendapatan menurun. Setiap bulan biaya sewanya mencapai Rp 650 ribu. Biasanya, pemilik kos memperoleh pendapatan Rp 7.150.000 jika seluruh kamar kos terisi. ”Sekarang menurun menjadi Rp 2.600.000,” katanya.
Kondisi itu tentu saja menyulitkan pemilik usaha kos-kosan. ”Saya kan hanya pengelola. Nah, uang ini juga digunakan untuk biaya berobat,” ujarnya.
Meski situasi cukup sulit, Murtini maupun pemilik kos mengerti keadaan. Karena itu, dia mencoba usaha lain agar bisa mencukupi kebutuhan. ”Sebab, saya juga diberi sebagian hasil kos-kosan ini,” jelasnya.
Upaya yang dilakukannya adalah melayani laundry bagi penghuni kos yang masih bertahan dan membuka usaha rumahan lainnya. ”Hal ini saya lakukan untuk mencukupi kebutuhan.
Saya punya dua anak,” tutur dia.
Lantas, bagaimana penghuni yang tidak lagi tinggal di situ, tetapi barangnya masih berada di kos? Murtini menegaskan bahwa pihaknya tetap menagih biaya sewa kos. Hanya, banyak alasan yang diterima. Mulai urusan orang tua hingga kondisi keuangan yang terdampak.
”Tapi, terus saya tagih. Memang dibayar. Itu pun telat,” ujarnya.
Dia berharap pandemi segera berakhir. Selain berdampak pada perekonomian, kondisi tersebut membuatnya lebih capek dalam bekerja karena harus memikirkan berbagai upaya lain yang ditempuh selama pandemi terjadi.