Soroti Fenomena Politik dalam Layang-Layang
SURABAYA, Jawa Pos – Dua orang pria bersitegang di sebuah ruangan dalam rumah. Tampak seorang ibu yang memperhatikan mereka di ruangan tersebut dengan wajah sedih. ”Wong urip iku nggak mek dunyo tok, tapi prinsip karo harga diri!” ujar salah seorang pria di antara mereka sembari mengeluarkan bilah pisau dari tempatnya.
Itu adalah salah satu adegan dari film pendek Layang-Layang yang merupakan karya terbaru sineas-sineas muda asal Surabaya. Film tersebut diputar dan didiskusikan di base camp Kita Arek
Surabaya (Karsa) Sabtu (10/10). Film itu menyampaikan pesan tentang sikap saat menghadapi kebijakan politik dalam kehidupan sosial.
Dalam alurnya, diceritakan sebuah keluarga yang sedang menghadapi sebuah keputusan sulit. Yakni, terkena imbas penggusuran lahan. Situasi itu membuat mereka dilema, akan melawan atau menerima kenyataan dan mengungsi. Setiap anggota keluarga memiliki pendapat yang berbeda. Yang berakhir dengan harus menerima keputusan yang sulit diterima mereka.
Mereka terkena imbas kebijakan politik yang merugikan. Dari film itu, sineas-sineas muda itu ingin mengajak penonton untuk menyikapi fenomena politik. ”Misalnya saat pemilihan umum, banyak politikus yang menebar janji-janji. Namun, tidak diikuti pembuktian dalam kebijakannya,” kata Ryo Maestro, sutradara film Layang-Layang. Film tersebut juga mengisahkan ibu yang memiliki tiga orang anak. Masingmasing memiliki profesi dan pandangan yang berbeda. Ketegaran seorang ibu dalam menghadapi ketiga anaknya juga menjadi sorotan. Bahwa, kesabaran dan sikap mengalah dibutuhkan untuk menghadapi emosi yang tersulut.
Film pendek itu berdurasi 15 menit. Yang diperankan sejumlah aktor muda asal Surabaya. Mulai seniman hingga mahasiswa seni. Diproduksi selama lebih dari dua bulan, film itu memenangkan Jogja Film Academy Short Film Festival 2020.