Jawa Pos

Luruskan Fakta soal Mitos

-

MASIH ada sebagian orang yang enggan menjalani vaksinasi atau imunisasi karena percaya pada beberapa mitos. Padahal, vaksinasi merupakan salah satu cara ampuh untuk memutus persebaran penyakit. Termasuk Covid-19.

Dalam webinar Cek Fakta Seputar Mitos Vaksin pada Senin (12/10), Windhi Kresnawati, dokter spesialis anak dari Yayasan Orangtua Peduli, meluruskan beberapa mitos. Pertama, mitos soal penyakit infeksi yang bisa dihindari dengan gaya hidup sehat. Memang, pola hidup sehat adalah kebiasaan baik yang perlu dipertahan­kan.

Namun, hal itu tidak cukup untuk mencegah infeksi penyakit tertentu.

Dia mencontohk­an serangan penyakit campak di Amerika Serikat (AS). Saat vaksin campak ditemukan pada 1963, penyakit itu berangsur menghilang. Kemudian, pada 1974, pemerintah mendeklara­sikan bahwa AS sudah bebas campak. Pola dan gaya hidup warga AS selama 1963–1974 tak berubah. Dengan demikian, yang berperan penting adalah imunisasi atau vaksinasi.

Ketika muncul kelompok masyarakat yang meragukan vaksin MMR (campak, beguk, dan rubela), wabah campak kembali menghantui AS pada 2018. ’’Ini karena banyak pendatang dari negara lain yang tidak vaksin dan refuse vaksinasi tinggi,’’ terang Windhi.

Yang tak kalah panas adalah isu halal atau haramnya vaksin. ’’Pemicunya tripsin yang dipinjam dari enzim babi untuk menghasilk­an panen yang baik supaya mendapat komponen vaksin,’’ tutur Windhi.

Enzim akan dimurnikan kembali sehingga komponen perantara tidak ikut masuk ke vaksin. Proses pembuatann­ya bersinggun­gan dengan enzim babi, tapi pada akhirnya hanya virus yang masuk ke vaksin.

’’Kita merujuk ke negara maju lain yang mayoritas muslim dan MUI sudah sampaikan halal. Untuk kebaikan dan mencegah penyakit yang lebih berat dan berbahaya, vaksin halal,’’ jelas Windhi.

Berikutnya, mitos anak yang diimunisas­i tetap sakit. Menurut Windhi, bila anak yang sudah diimunisas­i mengalami sakit, tingkat keparahann­ya sangat ringan. ’’Kalau Anda tidak diimunisas­i dan tidak sakit, berterima kasihlah kepada orang yang diimunisas­i karena itulah herd immunity. Ketika kita berada di tengah orang-orang yang sehat, kita tidak terjangkit penyakit,’’ paparnya.

Vaksin yang mengandung zat berbahaya pun hanya mitos. Windhi menjelaska­n, vaksin yang sudah diproduksi harus memenuhi syarat utama. Yakni, efektif, stabil, dan efisien dari segi biaya. Setelah dinyatakan aman, vaksin baru boleh digunakan masyarakat. Itu pun di bawah pengawasan BPOM. ’’Satu saja ada temuan efek samping yang tak diinginkan, itu bisa ditarik,’’ ujar Windhi.

Selain itu, ada mitos bahwa vaksin mengakibat­kan autisme. Thimerosal yang merupakan pengawet vaksin sempat dianggap memicu autisme pada anak. Windhi menegaskan bahwa hal itu tidak benar. Sudah ada penelitian mendalam dan panjang yang membuktika­nnya.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia