Sudahi Polemik Omnibus Law
KONTROVERSI tentang UndangUndang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terus berlanjut. Dipermasalahkan banyak orang bukan hanya dari isinya, tetapi juga dari pembahasan hingga pengesahannya.
Yang terbaru terkait dengan polemik mengenai ketiadaan naskah final meski telah disahkan, yang juga menimbulkan pertanyaan bagaimana bisa anggota DPR RI mengesahkan sebuah UU yang drafnya saja bahkan tidak dipegangnya. Terakhir, Direktur YLBHI Asfinawati bahkan menemukan adanya perubahan substansi pada draf yang semestinya sudah disahkan tersebut.
Apalagi kemudian respons pemerintah terhadap suara-suara yang memprotes, terhadap aksi-aksi massa yang terjadi, berbau gaya lama. Menuding ada yang menunggangi, ada muatan politik, ada yang berusaha menjatuhkan Presiden Jokowi, dan juga menuding bahwa demonstrasi terjadi karena masyarakat termakan hoax.
BAGUS/JAWA POS
Belum lagi melihat kerja masif para
buzzer pendukung pemerintah yang aktif melakukan stigma terhadap aksi massa yang terjadi. Tak kurang, stigmatisasi tersebut dilakukan seorang profesor dari universitas ternama di Indonesia.
Respons itu tentu saja makin memperkeras ketidakpercayaan banyak elemen masyarakat kepada pemerintah. Alih-alih mendengarkan suara mereka, pemerintah justru menuding masyarakat termakan hoax. Apalagi, publik yang menentang –setelah mempelajari UU tersebut– memperoleh drafnya dari sumber resmi pemerintah. Bagaimana mau hoax jika seminggu setelah digedok saja naskah final belum bisa diakses? Dan belakangan diketahui, ada indikasi pengubahan substansi di dalamnya.
Dari banyaknya kontroversi sejak mulai dibahas, kemudian proses pengesahan yang terkesan-kesan dipercepat dan dilakukan di kala pandemi, hingga penolakan publik yang begitu luas, sudah seharusnya Presiden Jokowi melakukan langkah cepat untuk menyudahi polemik tersebut. Keluarkan perppu untuk mencabut omnibus law.
Setelah batal berlaku, sebaiknya UU tersebut dibahas lagi dengan lebih baik. Pembahasan yang melibatkan lebih banyak partisipasi publik. Rapat dilakukan dengan terbuka. Pasal-pasal yang dianggap kontroversial dibahas ulang dengan lebih saksama. Dengan demikian, akan terjadi keselarasan antara keinginan meningkatkan investasi dan perlindungan kesejahteraan buruh serta kelestarian lingkungan. (*)