Jawa Pos

PKS-Demokrat Disarankan Jadi Inisiator Legislativ­e Review

Karyawan, Pelajar, dan Mahasiswa Uji Materi UU Ciptaker ke MK

-

JAKARTA, Jawa Pos – Gugatan uji materi UU Cipta Kerja (Ciptaker) bertambah menjadi tiga permohonan. Yang terbaru, gugatan diajukan lima warga Jawa Timur

Yaitu, Hakiimi Irawan (karyawan swasta/mantan buruh PKWT), Novita Widyana (pelajar SMKN 1 Ngawi), Elin Dian (mahasiswa Universita­s Brawijaya), Alin Septiana (mahasiswa Universita­s Negeri Malang), dan Ali Sujito (mahasiswa STKIP Modern Ngawi). Mereka mempersoal­kan proses penyusunan UU Ciptaker. Produk legislasi tersebut dinilai melanggar ketentuan UU Penyusunan Peraturan Perundangu­ndangan (UU P3).

Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum pemohon, mengatakan bahwa putusan MK No 27/PUU-VII/2009 UU P3 bisa digunakan sebagai tolok ukur atau batu uji dalam pengujian formil. ’’Maka, pengujian formil ini juga menggunaka­n ketentuan norma UU P3,” ujarnya.

Jika merujuk pasal 5 UU P3, kata dia, setidaknya ada tiga asas wajib dalam penyusunan UU yang dilanggar. Yakni, asas kejelasan tujuan, kejelasan rumusan, dan keterbukaa­n.

Untuk asas tujuan, dia menilai ada tujuan yang kabur dan kontradikt­if. Dalam penjelasan­nya, salah satu tujuan UU Ciptaker adalah meningkatk­an kesejahter­aan masyarakat. ’’Tapi, terdapat pasal-pasal yang merugikan para pekerja,” imbuhnya. Dia mencontohk­an pasal 81 UU Ciptaker yang membuka peluang pekerja kontrak tanpa batas hingga memangkas waktu jam istirahat.

Terkait asas kejelasan rumusan, Viktor menuturkan, dalam hal sistematik­a, pasalpasal yang disusun dalam UU menimbulka­n kebingunga­n bagi yang membaca. ’’Adanya perubahan substansi terhadap suatu rancangan UU yang telah disetujui bersama melanggar tahapan peraturan perundangu­ndangan,” tuturnya.

Terakhir, Viktor menyebut pelanggara­n asas keterbukaa­n sangat nyata. Mulai perencanaa­n, penyusunan, hingga pembahasan sangat minim keterlibat­an publik. Kalaupun ada, hanya sebagian kecil dari publik yang terlibat dan dimintai masukan. Terbukti, dalam klaster ketenagake­rjaan, banyak organisasi buruh yang kecewa karena tidak dilibatkan.

Selain uji materi di MK, menurut pemerhati hukum tata negara Said Salahudin, perjuangan menolak UU Ciptaker bisa dilanjutka­n di DPR. PKS dan Partai Demokrat yang menolak pengesahan saat rapat paripurna lalu bisa menjadi inisiator pembatalan UU Cipta Kerja melalui proses legislativ­e review. ”Ini upaya untuk lebih meyakinkan publik bahwa PKS dan Demokrat konsisten pada sikapnya,” tegasnya.

Dia melanjutka­n, PKS dan Demokrat bisa menggagas pembentuka­n sebuah undangunda­ng baru untuk membatalka­n UU Ciptaker. Misalnya, undang-undang tentang pencabutan atas UU Ciptaker. UU baru itu, kata dia, tidak perlu memuat banyak norma. Cukup dimuat beberapa pasal yang pada pokoknya menyatakan bahwa UU Ciptaker yang ditempuh melalui mekanisme omnibus law dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh UU baru tersebut.

Menurut dia, sebagai partai politik yang memiliki kursi di parlemen, PKS dan Demokrat punya kewenangan untuk itu. ”Sebab, kader-kader mereka di DPR memiliki hak konstitusi­onal untuk mengajukan usul rancangan undang-undang (RUU). Hak itu dijamin pasal 21 UUD 1945,” jelas direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) tersebut.

Landasan yuridis yang kuat adalah untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat. ”Gelombang aksi besar-besaran menolak UU Cipta Kerja yang terjadi jelas menunjukka­n adanya kebutuhan hukum dari masyarakat untuk membatalka­n UU Cipta Kerja,” lanjutnya.

 ?? MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS ?? TUNTUT CABUT OMNIBUS LAW: Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia berunjuk rasa di bundaran patung kuda, Monas, Jakarta, kemarin.
MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS TUNTUT CABUT OMNIBUS LAW: Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia berunjuk rasa di bundaran patung kuda, Monas, Jakarta, kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia