Memindai Virtual Learning, Meraup Pembelajaran Daring
DINAMIKA pendidikan yang diselenggarakan lembaga pendidikan atau Kemendikbud, sejak dulu di Indonesia, berakar di Yogyakarta yang diprakarsai tokoh nasional Ki Hajar Dewantara. Sebagai tokoh Pendidikan Taman Siswa sejak 1922, Ki Hajar Dewantara terkenal dengan gagasannya menempatkan pada tiga pusat pendidikan (tri sentra) yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY Bapak Didik Wardaya tentang ekosistem sekolah yang dibangun dari keluarga dan masyarakat karena guru, kepala sekolah, dan semua warga sekolah berasal dari keluarga dalam lingkungan masyarakat bertemu di sekolah.
Sejak bulan Maret adanya pandemi Covid-19 di Indonesia, sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama masa pandemi, pembelajaran dilaksanakan di rumah secara daring. Khususnya untuk daerah zona merah, kuning, dan jingga. Saat ini TIK dimanfaatkan sebagai pembelajaran dan aktivitas sehari-hari di rumah bagi siswa, guru, dan orang tua.
Semula berawal dari tatap muka, saat ini menjadi virtual learning atau daring. Dengan munculnya virtual learning yang diselenggarakan dari pemerintah, mengubah pembelajaran berlangsung di Indonesia, tak dapat lagi untuk belajar tatap muka. Virtual learning atau biasanya disebut pembelajaran jarak jauh atau PJJ mempunyai makna, bahwa PPJ
menerapkan prinsip teknologi pembelajaran dan pendidikan yang peserta didik dan pendidik terpisah sehingga harus menggunakan berbagai sumber belajar sebagai media komunikasi.
Selama PJJ, saya memanfaatkan TIK untuk pembelajaran jarak jauh, seperti Zoom, Google Meet, Rumah Belajar, Kahoot, Quiziz, Teams, Blog, bahkan mengikuti Lomba Kuis Kihajar. Kegiatan tersebut membuat siswa-siswi di Indonesia harus menjalani kehidupan baru yang penuh dengan tantangan. Saat ini perkembangan sarana teknologi terlihat semakin maju lembaga pendidikannya. Hal itu dapat dilihat dari data siswa yang berkomunikasi dengan guru dan temannya menggunakan WhatsApp, Telegram, dan semacamnya. Pendidikan inilah yang dinamakan pembelajaran jarak jauh.
Saya sebagai siswa merasakan banyak sisi positif karena bertambahnya wawasan ilmu teknologi baru selama pembelajaran daring, berbeda dengan saat tatap muka di kelas, hanya mencatat dan mendengarkan. Bila dulu sebelum pandemi saya belajar TIK hanya MS Word dan Excel, tetapi sejak pembelajaran jarak jauh, tugas-tugas sekolah yang diberikan guru bervariasi. Seperti membuat komik digital, poster, video, dan menulis artikel di blog, membuat saya mengenal dunia teknologi digital. Saya bahkan bisa belajar bersama kedua orang tua, seperti program Indesign, Corel, Video Maker, Photoshop, dan Power Point untuk mengerjakan tugas-tugas. Rumah Belajar juga salah satu yang saya ikuti.
Tidak hanya belajar program, saya juga diajari kedua orang tua tentang bagaimana menggunakan media sosial sebagai sarana belajar literasi digital agar bijak dalam bermedia sosial serta mampu memahami membedakan berita yang benar dan tidak (hoax).
Referensi: Subanar, G. Budi. 2007. BayangBayang Sejarah Kota Pendidikan Yogyakarta: Komunitas Learning Society. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Tim PGRI. 2014. Pendidikan untuk Transformasi Bangsa: Arah Baru Pendidikan untuk Perubahan Mental Bangsa. Jakarta: Kompas. (*)