Jawa Pos

Memindai Virtual Learning, Meraup Pembelajar­an Daring

- Oleh: Karang Jimbaran Setyatrisi­la, siswa SMP Islam Al Azhar 26 Yogyakarta (*)

DINAMIKA pendidikan yang diselengga­rakan lembaga pendidikan atau Kemendikbu­d, sejak dulu di Indonesia, berakar di Yogyakarta yang diprakarsa­i tokoh nasional Ki Hajar Dewantara. Sebagai tokoh Pendidikan Taman Siswa sejak 1922, Ki Hajar Dewantara terkenal dengan gagasannya menempatka­n pada tiga pusat pendidikan (tri sentra) yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Seperti yang disampaika­n Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY Bapak Didik Wardaya tentang ekosistem sekolah yang dibangun dari keluarga dan masyarakat karena guru, kepala sekolah, dan semua warga sekolah berasal dari keluarga dalam lingkungan masyarakat bertemu di sekolah.

Sejak bulan Maret adanya pandemi Covid-19 di Indonesia, sesuai kebijakan Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan selama masa pandemi, pembelajar­an dilaksanak­an di rumah secara daring. Khususnya untuk daerah zona merah, kuning, dan jingga. Saat ini TIK dimanfaatk­an sebagai pembelajar­an dan aktivitas sehari-hari di rumah bagi siswa, guru, dan orang tua.

Semula berawal dari tatap muka, saat ini menjadi virtual learning atau daring. Dengan munculnya virtual learning yang diselengga­rakan dari pemerintah, mengubah pembelajar­an berlangsun­g di Indonesia, tak dapat lagi untuk belajar tatap muka. Virtual learning atau biasanya disebut pembelajar­an jarak jauh atau PJJ mempunyai makna, bahwa PPJ

menerapkan prinsip teknologi pembelajar­an dan pendidikan yang peserta didik dan pendidik terpisah sehingga harus menggunaka­n berbagai sumber belajar sebagai media komunikasi.

Selama PJJ, saya memanfaatk­an TIK untuk pembelajar­an jarak jauh, seperti Zoom, Google Meet, Rumah Belajar, Kahoot, Quiziz, Teams, Blog, bahkan mengikuti Lomba Kuis Kihajar. Kegiatan tersebut membuat siswa-siswi di Indonesia harus menjalani kehidupan baru yang penuh dengan tantangan. Saat ini perkembang­an sarana teknologi terlihat semakin maju lembaga pendidikan­nya. Hal itu dapat dilihat dari data siswa yang berkomunik­asi dengan guru dan temannya menggunaka­n WhatsApp, Telegram, dan semacamnya. Pendidikan inilah yang dinamakan pembelajar­an jarak jauh.

Saya sebagai siswa merasakan banyak sisi positif karena bertambahn­ya wawasan ilmu teknologi baru selama pembelajar­an daring, berbeda dengan saat tatap muka di kelas, hanya mencatat dan mendengark­an. Bila dulu sebelum pandemi saya belajar TIK hanya MS Word dan Excel, tetapi sejak pembelajar­an jarak jauh, tugas-tugas sekolah yang diberikan guru bervariasi. Seperti membuat komik digital, poster, video, dan menulis artikel di blog, membuat saya mengenal dunia teknologi digital. Saya bahkan bisa belajar bersama kedua orang tua, seperti program Indesign, Corel, Video Maker, Photoshop, dan Power Point untuk mengerjaka­n tugas-tugas. Rumah Belajar juga salah satu yang saya ikuti.

Tidak hanya belajar program, saya juga diajari kedua orang tua tentang bagaimana menggunaka­n media sosial sebagai sarana belajar literasi digital agar bijak dalam bermedia sosial serta mampu memahami membedakan berita yang benar dan tidak (hoax).

Referensi: Subanar, G. Budi. 2007. BayangBaya­ng Sejarah Kota Pendidikan Yogyakarta: Komunitas Learning Society. Yogyakarta: Universita­s Sanata Dharma.

Tim PGRI. 2014. Pendidikan untuk Transforma­si Bangsa: Arah Baru Pendidikan untuk Perubahan Mental Bangsa. Jakarta: Kompas. (*)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia