Jawa Pos

Menanti Respons Tepat

-

PARA pejabat pemerintah­an tampak kurang bijak dalam merespons aksi massa yang menolak omnibus law. Ada pejabat yang menyebut adanya ”dalang” atau aktor intelektua­l dalam aksi-aksi tersebut. Dengan penyebutan itu, pejabat membuat segregasi. Yang pertama, warga baik tidak mungkin ikut demo. Warga baik hanya menyalurka­n aspirasi melalui jalur-jalur formal.

Pernyataan tersebut bermasalah karena itu sangat jelas meremehkan daya pikir masyarakat. Selain itu, pernyataan tersebut terkesan menunjukka­n bahwa pemerintah dan segenap aparatnya adalah sosok suci tanpa cela. Dan yang terakhir, jalur-jalur formal yang ditempuh seperti ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah banyak yang pesimistis. Apalagi, beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi pun secara terbuka telah meminta MK untuk ”membantu” omnibus law.

Padahal, yang terjadi tidak seperti itu. Aksiaksi yang terjadi di seantero Indonesia ini berjalan organik. Siapa yang bisa mengorgani­sasi aksi massa di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu tak lebih dari dua hari? Jika itu bukan organik, tentu tidak akan bisa.

Apalagi, melalui sejumlah buzzer-nya, pemerintah justru membuat segregasi di masyarakat kian tajam. Serangan-serangan opini terhadap orang-orang yang kritis justru makin intens. Maka, ancaman pemerintah untuk menindak tegas para demonstran dikhawatir­kan justru malah meradikali­sasi massa.

Nyaris semua kekuatan besar di Indonesia telah menyatakan penolakan terhadap

omnibus law. Mulai Nahdlatul Ulama, Muhammadiy­ah, beberapa guru besar, NGO besar, mahasiswa, hingga sejumlah investor dunia. Bank Dunia sendiri pun bahkan menilai ada potensi tidak baik terhadap lingkungan hidup dan ketenagake­rjaan dalam omnibus law.

Meningkatn­ya investasi di Indonesia sebagai harapan pemerintah dalam mengesahka­n

omnibus law juga belum tentu tercapai. Korupsi dan mbuletnya perizinan sebagai daftar teratas yang paling dikeluhkan masih belum teratasi dengan baik. Belum lagi kontrovers­i mengenai draf final yang belum ada, tapi terburu-buru disahkan.

Maka, respons pejabat sekarang yang bilang ”sudah tahu siapa dalangnya” sama sekali tidak menyelesai­kan masalah. Mengapa para pejabat tidak mau mendengar apa yang diinginkan sebagian besar masyarakat Indonesia: batalkan omnibus law? Atau, setidaknya, cabut pasal-pasal yang dianggap meresahkan.

Masyarakat pasti menerima omnibus law jika memang isinya benar-benar sesuai dengan harapannya. Pejabat harus mau mendengar karena sejatinya pemerintah adalah pelayan masyarakat.

 ?? BAGUS/JAWA POS ??
BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia