Gugat Bank karena Terganggu Debt Collector
SURABAYA, Jawa Pos – Bambang Purwadi merasa tidak nyaman terus ditagih debt collector. Pria 65 tahun yang tinggal di Benowo itu tertekan karena ditagih kartu kredit yang nilainya tidak diketahui sisa seberapa. Debt collector yang berjumlah empat hingga lima orang kerap datang ke rumahnya.
”Jasa penagih dari pihak ketiga ini sering datang ke rumah. Tiga orang masuk ke dalam, satu orang berjaga di luar mengaku petugas lapangan dari bank. Menagihnya dengan cara tidak sopan, sangat kasar, dan intimidatif sehingga keluarga ketakutan dan stres berat,” ujar pengacara Bambang, Sunarno Edy Wibowo.
Selain itu, debt collector kerap meneror dengan menyetop kendaraan Bambang di jalan untuk menagih utang. Mereka juga kerap menelepon Bambang bernada penuh penekanan. Bambang yang sudah tua merasa ketakutan.
Kini dia menggugat pihak bank swasta tersebut di Pengadilan Negeri Surabaya. Bowo menyatakan bahwa penagihan kartu kredit yang dilakukan pihak bank dengan memanfaatkan jasa debt collector itu tidak profesional.
Menurut dia, pihak bank tidak memperhatikan peraturan pokok-pokok etika penagihan yang sudah ditetapkan Bank Indonesia. ”Sering kali jasa pihak ketiga ini menggunakan pendekatan intimidasi dan teror serta premanisme,” katanya.
Cara-cara seperti itu, kata dia, sudah tidak sesuai dengan peraturan penggunaan jasa penagih utang. Yakni, PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Dalam peraturan itu, pihak bank harus menagih dengan cara yang santun dan tetap melindungi nasabah.
Selain itu, tunggakan kartu kredit yang masih tersisa tidak diketahui Bambang. Bowo menambahkan, pihak bank seharusnya memberitahukan sisa tunggakan yang harus dibayar Bambang. ”Mereka tidak transparan dan terus menagih seperti peribahasa utange sak dom, bayare sak linggis,’’ tuturnya.
Menurut dia, Bambang sebenarnya menjadi nasabah kartu kredit sejak 10 tahun lalu. Selama itu, Bambang selalu membayar dan tidak pernah menunggak. Namun, selama pandemi ini, bisnisnya macet. Dia tetap membayar tagihan kartu kredit, tetapi nilainya lebih kecil. Dari sebelumnya Rp 1 juta menjadi Rp 500 ribu per bulan per kartu. Bambang punya dua kartu kredit.
Bambang sempat datang ke kantor bank untuk meminta keringanan dengan penundaan pembayaran tunggakan. Namun, pihak bank menolaknya. Mereka meminta nasabahnya tersebut tetapmembayartunggakankartu kreditsesuaiperjanjianawal.”Merekajustrumengirimdebtcollector untukmenagihutangkenasabah,” kata Bowo.
Sering kali jasa pihak ketiga ini menggunakan pendekatan intimidasi dan teror serta premanisme.’’
SUNARNO EDY WIBOWO Pengacara Bambang