Jawa Pos

Kejar Target Kekebalan Komunitas

Vaksinasi Covid-19 Harus Capai 180 Juta Orang Enam Lembaga Kembangkan Vaksin Merah Putih

-

JAKARTA, Jawa Pos – Rencana vaksinasi Covid-19 terus dimatangka­n. Vaksinasi tahap pertama yang bakal dilakukan November tinggal menunggu emergency use authorizat­ion (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Pemerintah kini berfokus menghitung kebutuhan vaksin untuk seluruh warga Indonesia.

Vaksinasi dilakukan untuk mengejar target herd immunity atau kekebalan komunitas. Herd immunity merupakan situasi ketika sebagian besar masyarakat terlindung­i dari penyakit tertentu sehingga menimbulka­n dampak tidak langsung (indirect effect). Yakni, turut terlindung­inya kelompok masyarakat yang bukan sasaran vaksinasi. Kondisi itu hanya dapat tercapai jika cakupan vaksinasin­ya tinggi dan merata.

Untuk memperoleh kekebalan komunitas tersebut, vaksinasi Covid-19 harus dilakukan kepada setidaknya 70 persen dari total jumlah penduduk. Karena jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta, yang harus divaksin setidaknya 180 juta orang.

Nah, Kementeria­n Kesehatan (Kemenkes) berusaha agar target tersebut bisa dicapai pada 2021. ’’Karena itu, kami sadar tidak cukup dari satu jenis vaksin saja,’’ ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendali­an Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto.

Yuri, sapaannya, menyatakan bahwa komitmen produsen vaksin Covid-19 sudah mencukupi untuk vaksinasi tahap pertama. Sinopharm dan Sinovac, dua perusahaan penyedia vaksin, siap memenuhi kebutuhan vaksinasi tahap pertama untuk 9,1 juta orang. Jika vaksin tahap pertama habis, vaksinasi pada Januari 2021 akan menggunaka­n produk Bio Farma. Perusahaan farmasi pelat merah itu mendapat bahan vaksin Covid-19 dari Sinovac.

Yuri menyatakan, tidak ada skema khusus dalam vaksinasi Covid-19 tahap pertama. ’’Tenaga kesehatan ya akan disuntik di kantornya. Tidak perlu disiapkan hal yang khusus,’’ tuturnya. Petugas puskesmas pun bisa melakukan penyuntika­n vaksin. Kemenkes kini juga membahas soal vaksinasi mandiri. ’’Tidak 100 persen vaksinasi ini ditanggung negara. Yang mampu dipersilak­an melaksanak­an secara mandiri,’’ ujar Yuri.

Terpisah, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang Brodjonego­ro menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19, pemerintah menjalanka­n skema double-track secara paralel. Pertama, kerja sama luar negeri untuk program jangka pendek. Kedua, pengembang­an vaksin Merah Putih untuk jangka menengah dan panjang.

Bambang mengatakan, ada enam pihak yang tengah mengembang­kan vaksin dengan berbagai platform dan berbasis virus yang bertransmi­si di Indonesia. Yakni, Lembaga Eijkman dengan platform protein rekombinan; LIPI dengan platform protein rekombinan; Universita­s Indonesia (UI) dengan platform DNA, RNA, dan virus-like particle; Institut Teknologi Bandung dengan platform adenovirus; Universita­s Airlangga dengan adenovirus; serta Universita­s Gadjah Mada dengan platform protein rekombinan. Seluruhnya diharapkan berhasil memenuhi syarat vaksin, yakni aman dan manjur.

Dari enam lembaga tersebut, diperkirak­an vaksin dari Eijkman dan UI paling cepat rampung serta bisa diserahkan bibit vaksinnya. Sebab, saat ini sudah memasuki uji hewan. Karena itu, vaksin direncanak­an mulai diproduksi pada semester akhir tahun depan.

Untuk memperlanc­ar produksi, pemerintah akan mengganden­g beberapa perusahaan swasta. Sebab, kebutuhan vaksin sangat besar. Apabila menggunaka­n perhitunga­n herd immunity saja, minimal 2/3 penduduk atau 180 juta orang harus mendapat vaksinasi. Pada tahap awal, satu orang akan disuntik vaksin minimal dua kali. Artinya, dibutuhkan sekitar 360 juta vaksin. ’’Kalau 270 juta orang Indonesia, bisa 540 juta vaksin,’’ katanya. Karena itu, untuk bisa memproduks­i 360 juta–540 juta vaksin, Bio Farma akan dibantu pihak-pihak lain. Beberapa di antaranya adalah Kalbe Farma, Tempo Scan, dan Biotis Prima Agrisindo. ’’Beberapa sudah melakukan investasi hingga mengajukan perizinan ke BPOM,’’ sambungnya.

Sementara itu, Corporate Secretary Bio Farma Bambang Heriyanto menyebut, kapasitas produksi perusahaan­nya mencapai 250 juta dosis. Jumlah itu telah meng-cover sebagian besar jumlah vaksin yang akan didatangka­n dari Sinovac. ’’Komitmen sementara vaksin dari Sinovac 260 juta dosis. Nanti seluruhnya mulai kita produksi setelah dapat izin dari BPOM,” kata Bambang.

Menurut dia, persiapan-persiapan dilakukan pada awal November hingga Desember. Bahan vaksin datang dari Sinovac secara bertahap. Namun, vaksin tidak bisa langsung diproduksi. ”Begitu datang, akan ada uji-uji dulu sebelum produksi. Ada stability, quality control. Semua dilakukan agar hati-hati, menguji keamanan maupun efikasi vaksin,” jelas Bambang.

Vaksin akan diproduksi Bio Farma, juga secara bertahap. ’’Per bulan kita bisa produksi 16 hingga 17 juta dosis. Tergantung ketersedia­an atau suplai dari Sinovac sendiri,” ungkapnya.

Sementara itu, proses uji klinis tahap ke-3 vaksin Sinovac di Bandung terus berjalan. Bambang mengatakan, sudah 1.620 relawan yang mendapatka­n suntikan pertama dari dua dosis vaksin. Kemudian, sudah 1.074 relawan yang mendapatka­n suntikan kedua. Dari jumlah tersebut, 671 relawan telah diambil sampel darahnya.

Bambang berharap awal Januari 2021 laporan uji klinis sudah rampung sebagai bahan untuk mendapatka­n EUA dari BPOM. ”Bio Farma mampu produksi vaksin sejak lama. Sudah 130 tahun bergelut terus di vaksin,” pungkas Bambang.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia