Setahun Hilangnya Checks and Balances
Perjalanan satu tahun pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dipenuhi dinamika. Hantaman isu global, yaitu pandemi Covid-19, membuat sejumlah pihak mengevaluasi banyak rencana strategis. Di sisi lain, pemerintahan periode kedua Jokowi mengalami tekanan politik yang lebih deras. Namun, bukan dari parlemen, melainkan langsung dari rakyat.
Sejak tahun lalu, tercatat dua kali pemerintahan Jokowi mendapat protes keras. Pasca disahkannya revisi UU KPK pada September, gelombang penolakan dari masyarakat terjadi di berbagai wilayah. Aksi demo yang berujung kerusuhan juga terjadi. Namun, berkat dukungan parlemen, perlawanan masyarakat mereda. Upaya penolakan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 kini berlanjut di Mahkamah Konstitusi.
Berlanjut di awal Oktober tahun ini, pemerintahan Jokowi bersama DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja (Ciptaker). Sama seperti UU KPK, UU Ciptaker ditolak sejak perumusan awal. Gelombang aksi penolakan lagi-lagi hanya berujung rekomendasi agar berjuang di jalur uji materi.
Dua pola tersebut menghiasi relasi pemerintahan saat ini dengan parlemen. Dukungan partai-partai pendukung Jokowi-Ma’ruf saat pemilu presiden berlanjut dengan harmonis di DPR. Bahkan, sosok Prabowo Subianto bersama Partai Gerakan Indonesia Raya kini terbilang militan dalam mendukung setiap rumusan pemerintah yang diusulkan ke parlemen.
Suasana yang terjadi setahun terakhir kontras dengan dinamika parlemen dan pemerintah di era-era sebelumnya. Sikap politik yang dominan membuat mekanisme kontrol atau checks
and balances di parlemen menjadi longgar. Jika ditarik ke periode sebelumnya, checks
and balances masih terlihat. Apalagi jika ditarik lagi ke era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pertarungan parlemen di level angket, panitia khusus, kerap terlihat. Kelompok partai di luar pemerintah, kendati bersuara minoritas, tetap berpengaruh. Namun, kini, kuatnya dominasi partai pendukung pemerintah mengesankan bahwa legislatif tak ubahnya bagian dari eksekutif.
Suara yang kencang mengkritik pemerintahan saat ini nyaris tidak bergaung. Partai seperti PKS dan Demokrat memerlukan dukungan dari partai lain agar kritik-kritik politiknya mencapai tujuan. Namun, selama kelompok pendukung pemerintah masih menjadi penghuni mayoritas, sulit berharap mekanisme checks and balances kembali terlihat. (*)