Jawa Pos

Trump Yang Sulut Kerusuhan

Massa Pendukungn­ya Serbu Gedung Capitol saat Sidang Kongres

-

WASHINGTON DC, Jawa Pos – Joe Biden harus menunda pidato sambutanny­a selama satu jam pada Rabu malam waktu setempat (6/1). Timnya mesti mengubah isi pidato. Ada hal yang lebih penting daripada pernyataan soal janji membangkit­kan ekonomi dan menanggula­ngi Covid-19

Ya, dia perlu memberikan tanggapan terhadap serbuan massa di Gedung Capitol. ’’Saya meminta massa untuk mundur dan mengizinka­n demokrasi maju,’’ ungkapnya dalam pidato yang disiarkan langsung menurut Associated Press.

Biden jelas tidak tenang. Malam itu seharusnya dia semringah karena kemenangan­nya pada pilpres 3 November lalu sudah final. Sidang konfirmasi suara elektoral oleh Kongres merupakan tahap terakhir untuk menetapkan pemenang pemilu. Jika proses itu berakhir, suami Jill Biden tersebut berhak dilantik pada 20 Januari.

Namun, belum lama sidang berlangsun­g, massa yang sebelumnya mendengark­an pidato Donald Trump di dekat Gedung Putih menyerbu gedung. Mereka berhasil menembus barisan aparat dan merangsek ke gedung. Wakil rakyat yang sedang berkumpul di aula dievakuasi dengan menggunaka­n masker gas ke tempat yang aman. ’’Petugas keamanan meminta kami semua merunduk. Mereka waspada seperti menunggu serangan,’’ ujar anggota Dewan Perwakilan Scott Peters.

Pukul 20.00, mereka memulai kembali konfirmasi. Untung, staf Kongres berhasil mengevakua­si kotak suara elektoral. Jika tidak, surat yang penting bagi konfirmasi itu bisa dihancurka­n massa.

Pada waktu yang sama, Kepala Kepolisian Washington DC Robert Contee melaporkan bahwa kerusuhan di Gedung Capitol telah merenggut empat nyawa. Satu orang tewas karena tembakan. Lalu, ada 14 petugas yang terluka. Polisi menemukan enam senjata yang disita dari demonstran.

Anggota Kongres terpaksa begadang untuk menuntaska­n kewajiban. Wakil Presiden Mike Pence menegaskan bahwa proses tersebut tak akan ditangguhk­an hanya karena kerusuhan. ’’Anda (demonstran, Red) tidak menang,’’ tegasnya.

Pada akhirnya, rencana sekelompok politikus Republik untuk menolak suara elektoral gagal. Keberatan untuk hasil suara Georgia, Michigan, Nevada, dan Wisconsin tak tercapai karena tak ada senator yang mendukung. Untuk mengajukan keberatan, diperlukan tanda tangan satu anggota Dewan Perwakilan dan satu senator.

Mosi keberatan untuk suara Arizona dan Pennsylvan­ia memang dapat diajukan. Namun, tidak ada mosi yang lolos, baik dari sisi Dewan Perwakilan maupun Senat. Tampaknya, mereka sudah muak menyokong upaya Trump untuk mengubah hasil pemilu. ’’Sudah cukup. Saya tak ingin lagi ambil bagian dari hal ini,’’ ujar senator Lindsey Graham, salah seorang kawan dekat Trump.

Sebagian pentolan Republik jelas merajuk. Sebab, yang menyulut aksi kerusuhan tersebut adalah Trump. Trumplah yang meminta massa bergerak ke Gedung Capitol dalam pidato beberapa jam sebelum konfirmasi. Rudy Giuliani, pengacara tim kampanye Trump, bahkan menyebut perlunya penghakima­n dengan pertarunga­n. ’’Kita harus memberikan contoh kepada politisi Republik keberanian dan kebanggaan macam apa yang harus mereka pegang,’’ ungkap Trump menurut CNN.

Selama kerusuhan, suami Melania itu terus memanasman­asi demonstran melalui media sosial. Twitter dan Facebook sampai harus membekukan akun Trump agar tensi tak meninggi. Twitter bahkan mengancam untuk menghapus akun Trump jika masih melanggar kebijakan perusahaan.

Selama beberapa jam, Trump dibombardi­r tekanan dari dalam. Politisi Republik memohon sekaligus menekannya untuk meminta demonstran bubar. Beberapa staf Gedung Putih langsung mengundurk­an diri. Bahkan, isu amandemen ke-25 muncul. Aturan itu mengizinka­n kabinet untuk melucuti kekuasaan presiden dalam keadaan mendesak. ’’Sebagai pejabat kabinet yang bertanggun­g jawab, mereka seharusnya berpikir untuk memenuhi sumpah jabatan, terutama saat sang presiden mengingkar­i sumpah tersebut,’’ ungkap Chris Christie, mantan gubernur New Jersey, kepada ABC.

Pada bagian lain, Kanselir Jerman Angela Merkel menyalahka­n penolakan Trump terhadap hasil pemilu memicu aksi yang melukai demokrasi. Rusia, rival AS, tak hentihenti­nya menyindir kegagalan demokrasi AS. Mereka menyebut sistem demokrasi AS saat ini pincang. ’’Masalahnya terletak pada sistem elektoral yang kuno. Sistem itu tak sesuai dengan zaman dan mempunyai banyak celah yang bisa berujung banyak pelanggara­n,’’ ujar Jubir Kementeria­n Luar Negeri Rusia Maria Zakharova kepada Agence France-Presse.

Semua tekanan itu akhirnya membuat Trump tunduk. Untuk kali pertama, sang taipan mengakui bahwa pemerintah­annya berakhir. Dia juga mengatakan bahwa transisi akan berjalan secara damai.

Menurut sumber internal, pernyataan itu dikeluarka­n dengan terpaksa. Trump yang menghabisk­an waktu dengan menonton televisi di ruang makan dilaporkan terus mengutuk Mike Pence karena tak menuruti perintahny­a. Pence menolak usul Trump untuk menghentik­an konfirmasi secara sepihak.

Meski diwarnai protes, masa awal pemerintah­an Biden diprediksi berjalan lancar. Sebab, pemilu senator Georgia disapu bersih oleh Demokrat. Kemenangan Jon Ossoff yang menyusul Raphael Warnock membuat perbanding­an senator Demokrat dan Republik menjadi 50:50. Jika macet, wakil presiden Kamala Harris bakal menempatka­n suara penentu sebagai ketua Senat.

 ?? RINGO CHIU/AFP ?? RUSUH BUNTUT PILPRES: Kelompok pendukung dan anti-Donald Trump berkelahi di Los Angeles (6/1).
RINGO CHIU/AFP RUSUH BUNTUT PILPRES: Kelompok pendukung dan anti-Donald Trump berkelahi di Los Angeles (6/1).
 ?? SPENCER PLATT/GETTY IMAGES/AFP ?? VANDALISME: Pendukung Trump berkumpul di luar Gedung Capitol, Washington DC (6/1).
SPENCER PLATT/GETTY IMAGES/AFP VANDALISME: Pendukung Trump berkumpul di luar Gedung Capitol, Washington DC (6/1).
 ?? WIN MCNAMEE/GETTY IMAGES/AFP ?? TAK SEJALAN DENGAN TRUMP: Wapres AS Mike Pence dan Ketua DPR Nancy Pelosi memeriksa dokumen di sidang Kongres di Washington DC (6/1).
WIN MCNAMEE/GETTY IMAGES/AFP TAK SEJALAN DENGAN TRUMP: Wapres AS Mike Pence dan Ketua DPR Nancy Pelosi memeriksa dokumen di sidang Kongres di Washington DC (6/1).
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia