Jawa Pos

Edukasi Masyarakat agar Mau Jaga Ikon Kota

-

SURABAYA memiliki banyak tetenger atau simbol kota. Mulai monumen hingga beberapa kawasan yang otentik dan memiliki nilai sejarah. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemkot untuk menjaganya. Yakni, merawat dan memberikan edukasi kepada masyarakat.

Tetenger kota tidak hanya berupa monumen dan tugu, tapi juga kawasan yang mempunyai nilai sejarah. Salah satunya, area Jalan Tunjungan. Jalan tersebut menjadi simbol Kota Surabaya, selain sebagai salah satu tempat bersejarah. Kawasan itu kini menjadi tempat yang cantik. Terutama saat malam.

Ketua Surabaya Heritage Society Freddy H. Istanto mengatakan, bentuk tetenger kota itu sangat banyak. Mulai monumen, tugu, hingga kawasan dan bangunan bersejarah. Jika ditotal, ada lebih dari 200 tetenger kota. Namun, seiring dengan berjalanny­a waktu, hanya beberapa tetenger yang menjadi ikon dan dikenal banyak orang.

Salah satunya, Patung Suro dan Boyo di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Di samping itu, terdapat Monumen Bambu Runcing dan beberapa ikon lainnya. Semua memiliki nilai historis masing-masing.

Sementara itu, kata Freddy, kawasan yang menjadi simbol Surabaya juga banyak. Di antaranya, Jalan Tunjungan, Kembang Jepun, dan Panggung. Menurut dia, pemkot berhasil mengubah kawasan tersebut menjadi lebih cantik. Tentunya tidak mengubah nilai sejarah di sana. ’’Dengan begitu, orang dengar Surabaya langsung ingat kawasan tersebut,’’ ucapnya.

Hal itu juga tidak menutup kawasan lain menjadi ikon baru di Surabaya. Misalnya, sekitaran Jalan Yos Sudarso. Menurut Freddy, area tersebut sangat berpotensi menjadi tetenger kota yang bisa dikenal banyak orang. Di sana banyak gedung dan tempat yang memiliki nilai historis tinggi. Salah satunya, Zangrandi.

Banyak orang luar Surabaya yang selalu datang ke sana. Begitu juga warga asli Surabaya yang pulang kampung. Mereka kangen akan masa kecilnya. Apalagi, sekarang Balai Pemuda dirombak begitu rupa hingga ada basemen. Tentunya, tak lama lagi kawasan itu menjadi ikon baru.

Selain merawat dan mempercant­ik kawasan, pemkot wajib menjaga tetenger kota tersebut. Menurut Freddy, jangan sampai terulang kejadian hilangnya bangunan cagar budaya. Misalnya, rumah radio Bung Tomo.

Karena itu, sosialisas­i dan edukasi juga wajib dilakukan ke masyarakat. Dengan begitu, masyarakat bisa turut mengawasi tetenger kota. Selain itu, sanksi tegas wajib diberikan jika ada yang merusaknya.

’’Sehingga tidak ada lagi aksi coretcoret di tugu atau monumen tetenger kota. Sebab, aksi itu akan merusak estetika keindahan,’’ katanya.

FREDDY H. ISTANTO

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia