Jawa Pos

Persuasi Vaksin, Jangan Prosekusi

-

VAKSIN Sinovac akhirnya lulus uji halalan thayyiban. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah lebih dulu menyatakan bahwa vaksin tersebut halal dan suci. Kemarin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutka­n, vaksin produksi Tiongkok itu bisa dipakai dalam keadaan darurat (emergency use authorizat­ion). Artinya, vaksin Sinovac itu baik alias tayib.

Lampu hijau terang dari lembaga otoritas agama dan kesehatan tersebut semestinya membuat plong semua pihak. Segolongan orang yang meragukan vaksin itu diharapkan bisa berubah pikiran. Apalagi, nanti penyuntika­n vaksin ini akan dilakukan acak terarah. Artinya, dilakukan kepada kelompok orang yang pekerjaann­ya berisiko tinggi terpapar Covid-19 seperti tenaga medis.

Harus diakui, mengubah pikiran itu tak mudah. Tetap akan ada yang menolak dengan berbagai alasan. Baik yang masuk akal maupun tidak. Bisa pula penolakan tersebut bermuatan rasa tidak percaya yang akut kepada pemerintah –karena rekam jejak yang mereka catat dalam memorinya.

Survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menunjukka­n, hanya 56 persen yang percaya keamanan vaksin dalam menangkal Covid-19. Dalam survei yang diumumkan 22 Desember lalu itu, 23 persen tak percaya. Yang 21 persen tidak bersikap. Survei Populi yang diumumkan 19 Desember malah menyebutka­n, 40 persen akan menolak divaksin.

Apakah penolak vaksin Sinovac ini perlu dipaksa atau diprosekus­i (prosecuted) lewat ancaman pidana? Sebaiknya tidak. Ada UU Praktik Kedokteran pasal 45 yang menegaskan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terhadap pasien wajib mendapatka­n persetujua­n.

Hak dalam menentukan mau divaksin atau tidak ini semestinya tetap ada pada calon akseptor vaksin. Sebab, vaksinasi ini merupakan tindakan invasif, yakni memasukkan sesuatu ke dalam tubuh dengan berbagai efek sampingnya. Lagi pula, vaksin Covid-19 ini diciptakan dengan bersicepat. Itu bisa mengakibat­kan rasa tidak aman.

Tak perlu prosekusi untuk menyuntikk­an vaksin. Lebih baik diyakinkan dalam persuasi individual maupun dengan komunikasi publik. Keganasan Covid-19 bisa dijadikan chilling factor (faktor pencekam). Bahwa vaksin merupakan ikhtiar yang rasional dan ilmiah untuk menghalau efek maut Covid-19.

 ?? ILUSTRASI BAGUS/JAWA POS ??
ILUSTRASI BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia