Bawaslu Klaim Sudah Sesuai Aturan
Diskualifikasi Paslon setelah Penetapan Hasil
JAKARTA, Jawa Pos – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menuai kritik setelah jajarannya di daerah mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) setelah pengumuman hasil pemungutan suara. Namun, mereka menegaskan bahwa keputusan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, keputusan diskualifikasi bukanlah hal yang sederhana. Sebab, keputusan tersebut diambil melalui kajian, analisis, dan pertimbangan yang matang. ”Bawaslu sudah melaksanakan kewenangannya dengan baik sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Pemilihan (Pilkada, Red)danPerbawasluNomor9Tahun 2020,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (12/1).
Dewi menambahkan, keputusan itu juga telah didukung saksi dan alat bukti yang kuat. Sehingga memenuhi unsur pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sebagaimana diatur dalam perbawaslu di atas. ”Substansi materi pemeriksaan yang sudah dilakukan melalui pengkajian, analisis berdasar fakta-fakta persidangan,” imbuhnya.
Dalam kasus di Kota Bandar Lampung, misalnya, persidangan Bawaslu mendapati fakta terjadi politisasi bantuan sosial (bansos) Covid-19 di 20 kecamatan. Kemudian, berdasar keterangan tiga saksi, ada pengakuan perbuatan menjanjikan memberikan uang maupun sembako di kecamatan terkait.
Perihal keputusan yang disampaikan seusai pengumuman pemenang, Dewi menyebut hal itu menyesuaikan dengan laporan yang baru masuk. Sehingga keputusan yang berbarengan dengan proses di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat dihindari.
Lantas, bagaimana jika terjadi tumpang-tindih dengan penanganan di MK? Perempuan asal Palu tersebut mengklaim bahwa objek yang ditangani berbeda. ”Bawaslu tidak memutus atas objek yang sama. Tapi objek pelanggaran TSM, ada perbuatan politik uang TSM. Bukan hasil suara,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, proses sengketa di MK harus dimanfaatkan para pihak yang merasa dirugikan. Termasuk jika merasa dirugikan atas kinerja maupun keputusan penyelenggara, baik KPU ataupun Bawaslu. ”MK ruang dari electoral justice system untuk mencari keadilan,” ujarnya.
Yang terpenting, pemohon harus menyiapkan argumentasi gugatan dan alat bukti yang valid. Sehingga dalil-dalil yang diajukan dapat meyakinkan hakim. ”Mereka tinggal membuktikan apakah hak mereka tercederai oleh penyelenggara pemilu,” imbuhnya.
Terakhir, perempuan yang akrab disapa Ninis itu mengingatkan agar apa pun yang diputuskan MK terkait sebuah perkara nanti harus dipatuhi. Bukan hanya oleh paslon, tapi juga penyelenggara maupun pengawas pemilu. ”Karena MK pintu terakhir. Kalau sudah berjalan di MK, ya itu hasilnya,” pungkas dia.