Lebihkan Pembelian Formulir Ekspor agar Dapat Selisih
SURABAYA, Jawa Pos – Putri Fitria Amalia mendapat kepercayaan dari perusahaannya, PT Pusaka Lintas Samudra (PLS), untuk mengurus dokumen certificate of origin (COO) di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur (Disperindag Jatim). Namun, dia melebihkan pembelian formulir COO dan menggelapkan sebagian formulir yang tidak dipakai.
Dokumen COO diperlukan untuk persyaratan ekspor barang. Sebagian barang yang diekspor membutuhkan COO dan sebagian lain tidak. Jika barang ekspor perlu dilengkapi dokumen tersebut, perusahaan eksportir itu membeli formulir COO di disperindag. Putri yang menjadi staf admin ekspor lantas mengurusnya.
Jaksa penuntut umum Damang Anubowo dalam dakwaannya menyatakan, formulir COO dibeli ketika ada permintaan order ekspor dari customer. Bila butuh formulir tersebut, perusahaan membelinya dengan memasukkan nomor order customer dan nominalnya melalui bon sementara. Setelah itu, disetujui dan dicetak di kasir. Pembayaran dilakukan secara transfer dan buktinya diunggah ke website disperindag.
Namun, tidak semua bon sementara yang diajukan terdakwa untuk mengurus dokumen tersebut dibelikan formulir COO. ”Ada order yang tidak membutuhkan COO, tapi terdakwa juga meminta bon sementara. Terdakwa mengubah data bukti pembelian dan penerimaan negara seolaholah membutuhkan COO,” ujar jaksa Damang.
Terdakwa mengajukan order bon sementara ke kasir untuk membeli 9.129 formulir COO, mulai Januari 2018 hingga Desember 2019. Nilainya mencapai Rp 228,2 juta. Faktanya, pada periode tersebut, hanya dibutuhkan 1.033 formulir. ”Terjadi selisih 8.096 formulir senilai Rp 202,4 juta,” ungkapnya. Uang untuk pembelian COO digelapkan terdakwa.
Lastri, supervisor dokumen PT PLS yang menjadi atasan Putri, menjelaskan bahwa anak buahnya itu tidak melaporkan semua pembelian formulir COO tersebut kepadanya. Semestinya, jika terjadi selisih, terdakwa Putri mengembalikan kelebihannya kepada kasir. Namun, Putri tidak melakukannya. ”Ternyata, setelah diaudit, ada pembengkakan,” kata Lastri saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (12/1).
Pengacara Putri, Ahmad Fauzi, menegaskan bahwa selisih uang yang digelapkan kliennya tidak sebesar itu. Selain itu, terdakwa tidak mungkin bisa menggelapkan uang perusahaan sendiri. ”Kejahatan korporasi tidak mungkin dilakukan sendiri. Ini juga terjadi akibat keteledoran Lastri sebagai atasannya yang tidak melakukan kontrol sebagaimana tanggung jawabnya,” jelas Fauzi.