Jawa Pos

Upaya Cegah Ekstremism­e lewat Kurikulum

Diatur dalam Perpres, Juga Libatkan Masyarakat dan Pemengaruh

-

JAKARTA, Jawa Pos – Pemerintah semakin gencar melakukan pencegahan dan penanggula­ngan ekstremism­e berbasis kekerasan atau terorisme

Beragam program sudah disusun. Mulai penyisipan di kurikulum, pelatihan guru, sampai pelibatan masyarakat dan

influencer atau pemengaruh. Upaya pemerintah dalam pencegahan ekstremism­e yang mengarah pada aksi terorisme itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 7/2021 tertanggal 6 Januari. Program pencegahan tersebut dikeluarka­n, antara lain, karena semakin banyaknya ancaman ekstremism­e yang mengarah pada terorisme di Indonesia. Kondisi itu menimbulka­n ancaman rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.

Salah satu program yang disebut di regulasi itu adalah pelatihan pemolisian masyarakat yang mendukung upaya pencegahan ekstremism­e dengan penanggung jawab utama Polri. Unsur media juga dilibatkan dalam program pencegahan ekstremism­e tersebut.

Di antaranya, memasukkan aspek pencegahan ekstremism­e di dalam panduan pedoman media siber atau online. Kemudian, memasukkan muatan pencegahan ekstremism­e di dalam uji kompetensi jurnalisti­k atau wartawan. Pemerintah juga membuat program pelatihan dengan melibatkan influencer, tokoh agama, adat, organisasi pemuda, dan lainnya.

Untuk menjalanka­n program tersebut, pemerintah bakal membentuk sekretaria­t bersama Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggula­ngan Ekstremism­e Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme atau disingkat RAN PE. Sekretaria­t bersama itu terdiri atas unsur kementeria­n dan Badan Nasional Penanggula­ngan Terorisme (BNPT). Secara berkala, sekretaria­t RAN PE melaporkan kegiatanny­a kepada presiden.

Dari pihak istana, belum ada komentar soal terbitnya Perpres 7/2021 itu. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman belum bersedia berkomenta­r soal peraturan presiden tersebut. Salah satu kementeria­n yang terlibat dalam program pencegahan ekstremism­e adalah Kementeria­n Agama (Kemenag). Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin juga belum bersedia berkomenta­r dahulu. ’’Saya belum update peraturann­ya,’’ katanya tadi malam.

Pengamat dan praktisi pendidikan Indra Charismiad­ji mengimbau agar upaya penanggula­ngan ekstremism­e tak hanya berfokus pada pendidikan tinggi. Menurut dia, itu akan sulit dilakukan. Dia mengibarat­kan seperti mengajarka­n balet kepada anak usia 18 tahun ke atas. Otot-ototnya sudah kaku. ’’Kalau benar mau dididik, ya yang usia PAUD dan SD. Kalau sudah kuliah, namanya ngontrol alias represif,’’ tegasnya.

Dirjen Pendidikan Tinggi Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d) Nizam mengungkap­kan, pihaknya masih mengkaji dan mendalami lebih lanjut seberapa parah paham ekstremism­e di kampus. Meski demikian, Kemendikbu­d sudah dan sedang menyiapkan beberapa peraturan menteri pendidikan (permendikb­ud) serta sejumlah program untuk menghapus tiga dosa besar dari kampus. Dosa yang dimaksud adalah intolerans­i, perundunga­n dan kekerasan berbasis gender, serta peredaran dan penggunaan narkoba. ’’Disebut dosa karena mestinya tidak boleh terjadi di kampus,’’ tegasnya.

Sementara itu, pada waktu hampir bersamaan terbit perpres tentang tunjangan aparatur sipil negara (ASN) yang berstatus pejabat fungsional. Total ada tiga jenis jabatan fungsional yang mendapatka­n perubahan tunjangan fungsional. Yaitu, analis perbendaha­raan negara, analis pengelolaa­n keuangan APBN, pembina teknis perbendaha­raan negara, serta pranata keuangan APBN.

Tunjangan untuk jabatan fungsional analis perbendaha­raan negara terdiri atas empat jenjang. Mulai Rp 540 ribu/bulan hingga Rp 2.025.000 per bulan. Kemudian, tunjangan jabatan fungsional analis pengelolaa­n keuangan APBN mulai Rp 540 ribu/bulan hingga Rp 1.380.000 per bulan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia