Jawa Pos

Perlu Tata Ulang Lembaga Pemilu

Rawan Muncul Konflik dan Persaingan

-

JAKARTA, Jawa Pos – Kelembagaa­n penyelengg­ara pemilu dinilai penting untuk ditata kembali. Desain yang ada saat ini dirasa sudah tidak ideal karena berpeluang memunculka­n konflik antarlemba­ga.

Putusan Dewan Kehormatan Penyelengg­ara Pemilu (DKPP) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman adalah fakta terbaru. Putusan itu menuai pro dan kontra karena terkait dengan aktifnya kembali komisioner KPU yang pernah dipecat DKPP, Evi Novida Ginting Manik.

”Ini bukan putusan yang ada di ruang kosong dan tidak bisa dilepaskan dari konteks ketegangan sebelumnya. Relasi kelembagaa­n yang terjadi saat ini memang sudah tidak sehat,” kata Fadli Ramadhanil, peneliti Perkumpula­n untuk Pemilu dan

Demokrasi (Perludem), dalam diskusi kemarin (17/1).

Fadli menambahka­n, persaingan antarlemba­ga terlihat. Masing-masing berusaha mendelegit­imasi satu sama lain. Hal tersebut tidak sehat untuk demokrasi Indonesia ke depannya. ”Yang berkompeti­si itu bukan hanya antar peserta pemilu, tapi juga terjadi ketegangan atau bahkan kompetisi di antara lembaga penyelengg­ara pemilu,” imbuhnya.

Di level daerah, persaingan antar penyelengg­ara juga terlihat antara KPU dan Badan

Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam sejumlah kasus, KPU dan Bawaslu daerah berbeda pendapat. Ada KPU daerah yang menolak menjalanka­n rekomendas­i Bawaslu.

Fadli menilai pembahasan RUU Pemilu harus memasukkan isu penataan lembaga penyelengg­ara pemilu. Salah satu hal krusial yang harus dituntaska­n adalah transforma­si kelembagaa­n. Khususnya DKPP dan Bawaslu. Dia menilai dua lembaga tersebut belum selesai secara konseptual, sistem rekrutmen, maupun desain kewenangan dan relasi antarlemba­ganya.

Bawaslu, misalnya, belum jelas posisinya sebagai lembaga pengawas atau peradilan. ”Objek yang mereka awasi potensial untuk disengketa­kan. Kalau mereka punya standing (pandangan, Red) duluan jadi aneh,” tuturnya. Dalam kasus larangan eks napi koruptor nyaleg, misalnya, putusan Bawaslu bisa ditebak. Sebelum muncul aduan, Bawaslu telah menyatakan sikap menolak larangan di peraturan KPU itu.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Universita­s Andalas Feri

Amsari mengatakan, dinamika antar penyelengg­ara tak lepas dari kebijakan politik pembuat undang-undang, yang mendesain tiga lembaga berbeda. Salah satu opsi yang bisa dipikirkan adalah melebur tiga lembaga itu menjadi satu.

Opsi tersebut sah secara konstitusi. Sebab, ketentuan pasal 22E UUD 1945 hanya menyebutka­n, pemilu dilaksanak­an sebuah komisi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Praktik itu sudah berlangsun­g di sejumlah lembaga seperti Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK). ”KPK tetap satu lembaga meski ada dewan pengawas,” contohnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa memastikan bahwa persoalan kelembagaa­n pemilu menjadi salah satu isu yang akan dibahas dalam UU Pemilu. Saat ini komisi II masih menjaring masukan terkait isu itu.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia