Belum Ditertibkan, Sementara Pembatasan Waktu Dagang
PKL Daging di Jalan Pegirian
SURABAYA, Jawa Pos – Penertiban pedagang kaki lima (PKL) daging di Jalan Pegirian masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kecamatan Semampir. Berulang-ulang ditegur dan ditertibkan, mereka kembali turun ke jalan. Bahkan, dalam jumlah yang lebih banyak.
Namun, karena pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian warga terganggu dan atas rasa kemanusian, petugas satpol PP memutuskan penertiban tidak dilakukan dalam waktu cepat. Kasitrantib Kecamatan Semampir Burhan mengakui, PKL daging di Jalan Pengirian merupakan persoalan klasik yang belum teratasi.
Penertiban sudah berulang-ulang digelar. Bahkan, spanduk bertulisan larangan berjualan telah dipasang di lokasi. Namun, perintah tersebut tak digubris oleh mereka. Apalagi, karena pandemi Covid-19, banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan membuat jumlah PKL terus bertambah.
Burhan menjelaskan, tingkat emosi para pedagang cukup tinggi. Dan, setiap penertiban digelar, aksi protes atau penolakan dari pedagang selalu terjadi. Demi lapak dagangnya tidak dibongkar, mereka kerap nekat melawan petugas. Dan gesekan antarpetugas rawan terjadi.
Karena itu, guna tidak memperburuk suasana, untuk mereka dibolehkan berjualan, tapi dengan pembatasan waktu. ”Sesuai dengan kesepakatan bersama, mereka hanya diperbolehkan berjualan mulai pukul 05.00 sampai 10.00 dan mengikuti pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Jadi, mereka tidak diperbolehkan berjualan pada malam hari,” kata Burhan kemarin (17/1). Selama PPKM, Burhan mengaku operasi yustisi setiap malam digelar.
Lebih dari 40 kartu identitas ditahan dari kawasan tersebut.
Kebanyakan pelanggar merupakan pengunjung dan pemilik warung makan atau giras. mereka tidak menggunakan masker dan usaha masih bukan di atas jam sepuluh malam.
Meski mereka melanggar, pihaknya belum memberikan sanksi denda. Cukup pendataan dan penyitaan identitas. Dan mereka bisa mengambil KTP-nya di Kantor Kecamatan Semampir.
Sayangnya, lanjut Burhan, sampai saat ini banyak di antara mereka yang belum mengambil KTP. Mereka berpikir akan membayar denda, padahal tidak. KTP bisa diambil dengan catatan mereka wajib mendatangi surat perjanjian tidak lagi mengulanginya. Jika masih nekat melanggar, barulah sanksi denda materi diberikan.
”Belum diberikan denda bukan tidak tegas. Lebih melihat perekonomian mereka. Kasihan kalau didenda Rp 150 ribu. Pasti sangat berat. Karena itu, masih diberikan kesempatan kedua. Tapi, kalau melanggar, jangankan denda, penutupan paksa tempat usaha mereka akan dilakukan. Sesuai dengan kesepakatan bersama,” ujarnya.
BURHAN