Beraksi 1–6 Bulan setelah Terpapar
– Keterlibatan perempuan dalam terorisme kian mengkhawatirkan. Dua insiden terbaru di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri, Jakarta, membutikan itu.
Dari data yang dihimpun Jawa Pos, setelah pengembangan bom bunuh diri yang dilakukan YSF bersama sang suami, L, tiga perempuan lain ditangkap. Yakni, MM, M, dan MAN. Mereka memiliki peran masing-masing, dari memotivasi YSF hingga melakukan survei lokasi aksi.
Sebelum aksi teror yang dilakukan Zakiah Aini di Mabes Polri, memang telah ada beberapa perempuan pelaku teror. Pada 2016, misalnya, ada upaya melakukan serangan bom ke Istana Negara yang berhasil digagalkan Densus 88 Antiteror.
Dua pelakunya perempuan: DYN alias Dian Yulia dan TS. Bom Surabaya pada 2018 juga melibatkan seorang perempuan beserta suami dan anak-anak mereka.
Direktur IV Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menuturkan, peran perempuan memang mulai sentral dalam aksi teror. Hal itu belajar dari kelompok teror ISIS yang tercatat banyak mengerahkan perempuan sebagai pelaku teror bom bunuh diri. ”Dicontoh kelompok teroris di Indonesia,” ujarnya.
Salah satu faktor yang membuat kelompok teroris merekrut perempuan adalah kekosongan tenaga lelaki. Ditunjang dengan sifat alamiah perempuan yang lebih perasa atau emosional. Untuk pelaku teror tunggal atau lone
wolf seperti Zakiah Aini. Wawan menjelaskan, pelaku melakukan aksi teror dalam kurun waktu kurang dari setahun setelah terpapar paham radikalisme. Rentang waktunya satu hingga enam bulan. ”Biasanya begitu,” terangnya.