Jawa Pos

Minta Keterangan Imigrasi-Kedubes AS

MK Lanjutkan Kasus Orient ke Sidang Pembuktian

-

JAKARTA, Jawa Pos − Tiga gugatan pilkada Sabu Raijua berlanjut ke sidang pembuktian. Meski saat didaftarka­n statusnya terlambat dari jadwal yang ditetapkan, dugaan pelanggara­n dalam proses pencalonan Orient Riwu Kore itu dinilai krusial oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Seperti diketahui, pilkada Sabu Raijua menjadi polemik setelah Orient, si bupati terpilih, diketahui berkewarga­negaraan Amerika Serikat. Karena pemerintah lama bersikap, persoalan itu dibawa ke MK. Gugatan baru masuk pertengaha­n Februari dan awal Maret 2021. Batas pendaftara­n sengketa pilkada adalah akhir Januari.

Dari jadwal yang dipublikas­i MK di laman resmi kemarin (4/4), sidang pembuktian digelar besok (6/4) hingga Rabu (7/4). Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, sidang dilakukan dalam dua hari karena ada banyak pihak yang akan dimintai keterangan.

Selain saksi dan ahli dari tiap-tiap pihak, MK akan meminta keterangan instansi lain, termasuk wakil dari Kedutaan Besar AS. ’’Setahu saya salah satunya itu (kedubes), di samping pemberi keterangan berkait dengan dukcapil dan imigrasi,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.

Terkait keterangan apa yang akan digali, Fajar tidak bisa memastikan. Sebab, itu sepenuhnya kewenangan para hakim. ’’Pastinya semua hal yang terkait dengan isu utama perkara,’’ imbuhnya.

Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengapresi­asi sikap MK. Meski diajukan melampaui jadwal yang ditetapkan, Ihsan menyebut kasus Orient layak dilanjutka­n.

Menurut Ihsan, MK mulai konsisten mengesampi­ngkan ambang batas dan batas waktu demi terciptany­a keadilan substantif. ’’Selama ditemukan pelanggara­n atau kecurangan yang berpengaru­h pada hasil,’’ lanjutnya.

Terkait banyaknya pihak yang dimintai keterangan, hal itu harus dimanfaatk­an untuk menggali sebanyak mungkin informasi. Kasus Orient tak hanya menyangkut teknis verifikasi dokumen, tetapi juga soal pencatatan kewarganeg­araan di Indonesia.

’’Apakah memang diakibatka­n minimnya verifikasi dan pengawasan penyelengg­ara pemilu atau karena problem hukum yang lebih luas, yakni pencatatan kependuduk­an dan kewarganeg­araan di Indonesia,’’ imbuhnya.

Pasalnya, lanjut Ihsan, harus diakui KPU maupun Bawaslu memiliki keterbatas­an. Dalam memverifik­asi calon, mereka butuh bantuan dari instansi yang punya kewenangan terhadap administra­si kependuduk­an maupun kewarganeg­araan. ’’Jadi, MK juga perlu menyelesai­kan konflik ini,’’ pungkasnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia