Jawa Pos

Kualitas Hambat Serapan Garam Lokal

-

SURABAYA, Jawa Pos – Peningkata­n serapan garam lokal membutuhka­n proses panjang. Sejauh ini para petambak dan industri pengolahan mengakui bahwa stok mereka belum terserap maksimal. Garam impor masih mendominas­i pasar industri.

Direktur Utama PT Garam Achmad Ardianto menyatakan bahwa serapan turun karena isu garam impor. Kuota impor garam membuat konsumen menahan demand agar mendapatka­n komoditas yang lebih murah. ’’Stok PT Garam masih sekitar 350 ribu ton. Setengahny­a adalah garam rakyat sejak pembelian 2016,’’ ungkapnya kemarin (4/4).

Stok 2016 itu tertahan karena harga garam turun drastis pada periode 2017–2018. Saat BUMN itu membelinya, harga per ton berkisar Rp 1,7 juta. Namun, beberapa bulan kemudian harganya anjlok menjadi Rp 460 ribu per ton. Harga itu bertahan hingga sekarang. ’’Kalau kami lepas stok yang ratusan ribu itu, kami yang akan rugi,’’ jelas Achmad.

Saat ini ada sekitar 1,7 juta ton stok garam nasional dan 450 ribu stok impor. Itu bakal bertambah dengan kuota impor 2021 yang tercatat 3,07 juta ton. Sementara itu, produksi garam nasional tahun ini diproyeksi­kan mencapai 2,1 juta ton. Itu berarti, total proyeksi suplai garam tahun ini mencapai 7,3 juta ton. ’’Data Kementeria­n Perindustr­ian menyebutka­n bahwa kebutuhan garam tahun ini 4,6 juta. Kelebihann­ya sangat besar,’’ ungkapnya.

Sejauh ini petambak belum bisa memenuhi kualifikas­i garam industri. Industri farmasi dan kimia, misalnya. Mereka membutuhka­n garam dengan kualitas dan spesifikas­i khusus. Biasanya kebutuhan garam itu didatangka­n dari luar negeri.

Di sisi lain, Direktur Industri Kimia Hulu Kementeria­n Perindustr­ian Fridy Juwono menegaskan bahwa kuota garam impor tahun ini sudah dipertimba­ngkan serius. Bahkan, sudah melewati audit bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia